Denpasar (ANTARA) - Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ir Panut Mulyono mengatakan kemampuan dan komitmen untuk terus melakukan inovasi menjadi salah satu kunci dalam memenangkan kompetisi di era Revolusi Industri 4.0.
"SDM kita sesungguhnya sangat cerdas, jadi bangsa Indonesia harusnya bisa menang, tetapi diperlukan inovasi untuk bisa ikut berkompetisi," kata Prof Panut Mulyono saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk "Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0" di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis.
Oleh karena itu, menurut dia, dituntut kemampuan anak-anak bangsa dalam melakukan inovasi-inovasi dan dibarengi dengan etos kerja yang kuat. Memang sudah ada berbagai inovasi dan seringkali hanya bisa melakukan inovasi di bidang sistem, namun dari sisi produktivitas masih rendah.
"Misalnya kita pinter membuat sistem perdagangan, tetapi yang diperdagangkan itu barang siapa, ini yang harus juga kita kembangkan, bahwa kita harus menjadi bangsa yang produktif. Industri kita harus dikembangkan secara cepat, sehingga kemampuan kita membangun sistem perdagangan, kemampuan kita membangun sistem inovasi juga ditopang oleh produk buatan kita sendiri," ujarnya pada acara seminar yang merupakan rangkaian acara Musyawarah Nasional XIII Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) itu.
Prof Panut tidak memungkiri bahwa memang tidak mungkin semuanya bisa dipenuhi dan diproduski oleh bangsa sendiri, tetapi, paling tidak, bisa memilih produk-produk mana yang mempunyai bahan bakunya, talenta membuatnya, dan tahu pasarnya ada dimana.
Selain itu, yang tidak kalah penting, harus dibangun persahabatan dan kerja sama dengan mitra-mitra luar negeri. Dalam ilmu ekonomi, meskipun kita belum tentu bisa membuat produk tertentu, tetapi dengan memiliki hubungan yang baik dengan mitra luar negeri, maka kita bisa tetap menjual produk tersebut.
Sementara itu, Rektor Universitas Udayana, Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi mengatakan kreativitas dan pengembangan inovasi yang berbasis digital menjadi cara untuk bisa menaikkan peringkat Indonesia di "Global Innovation Index" yang saat ini masih berada di peringkat 70 dari 129 negara. Di samping itu, skor Indonesia yang 29,72 dalam rentang 0-100 juga tergolong sangat rendah.
Selain inovasi, lanjut Raka Sudewi, juga diperlukan penguatan nilai-nilai wawasan kebangsaan dengan empat pilarnya yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI dalam menuju generasi emas pada tahun 2045,
"Apa gunanya kita mencapai inovasi dengan indeks global yang tinggi, jangan sampai ketika kita mencapai di sana, tetapi bangsa Indonesia bubar. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan, kita harus memperkuat nilai-nilai jati diri bangsa Indonesia dan menguatkan wawasan kebangsaan sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika," ucapnya yang juga menjadi narasumber dalam seminar tersebut.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mewakili Pemerintah Provinsi Bali dan masyarakat Bali berterima kasih karena acara Munas XIII Kagama yang sangat penting ini diselenggarakan di Bali.
"Kami berharap dengan yang datang ini para profesor, guru besar, dosen-dosen senior, dan pembicaranya luar biasa, tentu harapannya akan memberikan vibrasi positif pada alam Bali dengan pemikiran Beliau yang jauh ke depan," ucap Wagub Bali yang akrab dipanggil Cok Ace itu.
Apalagi, lanjut Cok Ace, UGM telah banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional penting dan salah satunya Presiden Joko Widodo merupakan alumni UGM. "Sungguh sumbangsih yang luar biasa bagi bangsa," ujarnya saat menyampaikan sambutan membuka seminar nasional tersebut.
Tema pelaksanaan seminar pun dinilai sangat tepat di tengah komitmen dan prioritas Pemprov Bali untuk menciptakan SDM unggul.
Seminar nasional yang dimoderatori Brigita Manohara itu juga menghadirkan tiga pembicara lainnya yakni Faisal Basri (dosen FE UI), Hendri Saparini (ekonom CORE Indonesia) dan Adamas Belva Syah Devara (CEO Ruangguru).