Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan perkasa di tengah tertekannya mata uang Asia.
"Dengan rendahnya suku bunga di berbagai bank sentral global terutama AS, Eropa, dan Asia, menjadi daya tarik tersendiri untuk pasar dalam negeri. Apalagi suku bunga masih relatif tinggi sehingga sangat wajar kalau pelaku pasar kembali yakin terhadap prospek pasar keuangan dan perekonomian domestik," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Rupiah akhir pekan menguat terbawa naiknya harga minyak
Hal tersebut terlihat dari mulai masuknya aliran modal asing (inflow) ke Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
Mengacu data Bank Indonesia (BI) pada periode 30 Maret-2 April 2020, terjadi beli bersih (net buy) di pasar keuangan domestik sebesar Rp3,28 triliun.
Aliran modal masuk tersebut dominan berasal dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN).
Inflow dari SBN tercatat Rp4,09 triliun, sedangkan di pasar saham pada periode tersebut masih terjadi net sell (outflow) Rp820 miliar.
Menurut BI, data aliran modal masuk itu menandakan bahwa kepanikan investor akibat wabah COVID-19 semakin berkurang.
"Masuknya dana ke Indonesia ini mengartikan ada secercah harapan karena kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, BI, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan keyakinan kepada pasar," ujar Ibrahim.
Dari eksternal, harga minyak mentah melonjak hampir 25 persen karena Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan resolusi untuk perang harga Arab Saudi dan Rusia pada Kamis (2/4/2020).
Rupiah pada Jumat pagi hari dibuka menguat di posisi Rp16.445 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp16.430 per dolar AS hingga Rp16.505 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp16.464 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp16.741 per dolar AS.
Baca juga: Yuan melemah lagi 109 basis poin jadi 7,1104 terhadap dolar
Baca juga: Dolar menguat untuk hari kedua, khawatir atas prospek resesi global