Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak semua pihak di tanah air untuk menjadikan perayaan ‘’Kebangkitan Nasional 2020’’ sebagai momentum strategis menyatukan aksi untuk mengatasi pandemi COVID-19.
Baca juga: Industri alkes diminta ikut susun peta jalan ketahanan kesehatan
‘’Penunjukan hari kelahiran Budi Utomo 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional harus dilihat sebagai upaya Bung Karno mencari ikon yang diterima semua pihak menggalang persatuan nasional ketika republik menghadapi agresi Belanda, di sisi lain anak-anak bangsa juga dilanda ancaman perpecahan politik,’’ katanya.
Untuk itu, Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengajak semua pihak dapat menangkap kesamaan konteks yang terjadi pada 1948 itu dengan konteks kekinian ketika Indonesia menghadapi pandemi COVID-19.
‘’Jika dulu musuh bersama yang dihadapi anak bangsa adalah agresi Belanda yang sejak berabad-abad sebelumnya mempraktikkan politik belah "bamboo", politik "devide et impera", kini musuh bersama kita adalah wabah penyakit menular COVID-19," kata dia.
Jika dulu bangsa kita bisa bersatu, kata Basarah apa alasan kita sekarang ini tidak bersatu bahkan cenderung saling menyalahkan di tengah penderitaan yang dialami secara nasional.
Menurut penulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ pada 2017 itu, organisasi Budi Utomo selama ini disimpulkan banyak pengamat sebagai organisasi pergerakan modern yang moderat dan relatif tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek dengan menjadikan organisasi pergerakan mereka sebagai partai politik.
Baca juga: Wabah Corona momentum membangkitkan industri kesehatan nasional
Karena itu, organisasi tersebut tidak terlibat terlalu jauh menjadi bagian pihak-pihak yang bersengketa di masa revolusi. Tujuan Budi Utomo berdiri adalah murni memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia di awal abad ke-20.
Semangat moderasi dan cita-cita luhur Budi Utomo itulah yang ditangkap oleh Bung Karno dan menurut Basarah hendak beliau diseminasi ke seluruh jiwa bangsa Indonesia di tengah perjuangan melawan agresi bangsa asing ketika itu.
"Nah, sekarang spirit Budi Utomo itulah yang harus kita tangkap bersama agar kita keluar dari tekanan pandemi COVID-19,’’ ucapnya.
Sekjen Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) 1996-1999 ini menambahkan, bangsa Indonesia saat ini mestinya belajar dari sejarah berdirinya Republik Indonesia setelah lebih dari tiga abad tanah Nusantara dijajah oleh kaum imperialis yang mempraktekkan politik "devide et impera".
Politik pecah belah atau politik adu domba berbahaya karena dikenal sebagai kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan.
‘’Saya sadar anak-anak bangsa saat ini tentu punya kepentingan politik masing-masing sesuai cita-cita luhur mereka, dulu bapak bangsa kita juga punya kepentingan politik berbeda-beda. Tapi, ketika menghadapi musuh bersama agresi Belanda, mereka menurunkan ego masing-masing demi kepentingan bangsa," katanya.
Oleh karena itu mengapa menurut dia sekarang ini kita tidak bisa meniru akhlak baik bapak bangsa dengan menurunkan ego sektoral di saat susah akibat pandemi COVID-19.
Untuk itu, Ahmad Basarah mengimbau semua pihak menjadikan peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini sebagai momentum untuk bersatu dan bangkit menghadapi pandemi COVID-19.
Apalagi, World Health Organization (WHO) telah memberi peringatan bahwa wabah virus COVID-19 masih akan terjadi sepanjang lima tahun ke depan.
‘’Saya ingin menjadikan pandemi COVID-19 ini sebagai momentum positif dengan meminta pemerintah agar serius menyiapkan sebuah ‘’road map’’ untuk membangun dan memperkuat kedaulatan nasional di bidang kesehatan (health security)," kata Ahmad Basarah.
Di masa mendatang, Indonesia tidak boleh lagi punya ketergantungan yang sangat tinggi pada produk impor alat kesehatan dan bahan baku obat, baik untuk menghadapi pandemi COVID-19 maupun untuk mengatasi penyakit lainnya.
Fakta bahwa Indonesia amat sangat bergantung pada impor di bidang kesehatan pernah diungkap oleh Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro.
Bambang Brodjonegoro ketika itu mengatakan tingkat ketergantungan Indonesia pada barang impor, terutama alat kesehatan dan obat, mencapai di atas 90 persen.
Baca juga: Erick Thohir sedih mayoritas bahan baku obat dan alkes masih impor
Menteri BUMN Erick Thohir pun pernah mengungkapkan dugaan adanya mafia impor alat-alat kesehatan di Indonesia yang sudah mencapai taraf mengkhawatirkan.
Menurut Ahmad Basarah di dalam ‘’road map’’ yang harus digarap pemerintah dengan serius itu harus terkandung perencanaan matang untuk mencapai sistem kedaulatan kesehatan yang berdikari, dengan syarat utamanya adalah melakukan riset dan inovasi.
Ia optimis ‘’road map’’ itu bisa dilakukan dengan kolaborasi, sinergi dan gotong royong, baik antar birokrasi pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi, sebagaimana bangsa Indonesia dulu bergotong royong mengusir penjajah Belanda.
Untuk mendukung riset dan inovasi tersebut, kata dia diperlukan komitmen kuat berupa politik kesehatan yang pro kepentingan nasional yang ditunjukkan lewat alokasi anggaran, kebijakan, atau regulasi.
"Misalnya pemerintah tidak lagi sekadar mendorong, melainkan mewajibkan penggunaan alat kesehatan dalam produksi negeri,’’ kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.
Basarah menjelaskan ada tiga masalah kemanusiaan yang selalu hadir dalam sejarah umat manusia, yakni perang, kelaparan, dan penyakit menular.
Kini, ketika opsi peperangan tidak lagi menjadi pilihan dan kelaparan bisa dikendalikan, ancaman penyakit menular menjadi momok yang mengancam peradaban manusia karena penyakit menular ini selalu datang secara tiba-tiba.
‘’Untuk itu semua negara, termasuk Indonesia, harus selalu berada dalam skenario siap siaga menghadapi serangan penyakit menular ini,’’ ujarnya.
Baca juga: Pemerintah buat rencana aksi untuk ketahanan kesehatan