London (ANTARA) - Massa yang memprotes rasisme di Inggris merobohkan patung seorang pedagang budak pada abad ke-17, Edward Colston, di Kota Bristol, Minggu (7/5).
Robohnya patung Colston memicu perdebatan antara warga Inggris. Banyak yang mempertanyakan apakah aksi menjatuhkan patung itu merupakan perbuatan merusak atau momen bersejarah yang dapat menarik perhatian masyarakat terhadap peran Inggris pada era jual beli budak.
Anggota Partai Buruh, Andrew Adonis mengatakan Inggris "terlalu lambat" merobohkan patung para pedagang budak dan "penjahat imperialis" lainnya. Sementara itu, Menteri Keuangan Sajid Javid dari Partai Konservatif mengatakan aksi massa itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Saya tumbuh besar di Bristol. Saya benci mengetahui Edward Colston mencari untung dari jual beli budak. Namun, (aksi, red) INI TIDAK BENAR," kata Javis lewat pernyataan tertulisnya.
"Jika warga Bristol ingin merobohkan sebuah momumen, caranya harus demokratis -- bukan dengan aksi merusak yang melawan hukum," kata dia.
Baca juga: Demonstran antirasisme di Inggris bentrok dengan polisi berkuda
Rekaman video yang tersebar di media sosial menunjukkan massa aksi "Black Lives Matter" bersorak saat mereka merobohkan patung Colston dan mendorongnya ke sungai saat berunjuk rasa pada akhir pekan.
Warga Inggris di beberapa kota, seperti London, Manchester, Glasgow, dan Edinburgh, turun ke jalan pada Minggu memprotes rasisme dan aksi brutal kepolisian.
Colston, lahir di Bristol pada 1636, merupakan seorang pedagang dan anggota parlemen, yang kekayaannya diperoleh dari penjualan sekitar 80.000 laki-laki, perempuan, dan anak-anak dari Afrika dan wilayah Karibia ke Amerika. Banyak dari mereka mati dalam perjalanan.
Patung Colston, terbuat dari tembaga, didirikan pada 1895. Monumen itu jadi pusat protes masyarakat pada masa lalu dan ada petisi yang mendesak patung itu segera dirobohkan.
Petisi tersebut sejauh ini tela ditandatangani lebih dari 11.000 orang.
"Sebagai warga Bristol, nama Edward Colston dapat ditemukan di banyak tempat. Kota ini melukis wajahnya di tiap tembok bangunan. Ini waktunya untuk berubah," kata seorang aktor asal Inggris, Miltos Yerolemou, lewat unggahannya di Twitter. Yerolemou merupakan salah satu pemain serial televisi "Game of Thrones".
"Hari ini adalah hari yang baik. Ini adalah langkah pertama dari banyak, banyak yang harus diubah," ujar dia.
Massa di beberapa negara kota Eropa pada Minggu berunjuk rasa sebagai wujud solidaritas kepada warga AS yang memprotes aksi brutal kepolisian. Unjuk rasa di Eropa berlangsung di Roma, Copenhagen, Budapest, Madrid, serta beberapa kota di Inggris.
Dalam aksi massa di Inggris, salah satu poster berisi tulisan: "Inggris juga bersalah".
Unjuk rasa di Inggris menghidupkan kembali perdebatan mengenai peran Inggris dalam jual beli budak. Otoritas di sejumlah kota telah berencana merobohkan sejumlah monumen penjual budak dan mengedukasi masyarakat mengenai sejarah Inggris.
Kota Glasgow di Skotlandia berencana mengubah nama beberapa jalan yang menggunakan nama para pedagang budak, termasuk di antaranya Buchanan Street, Ingram Street, dan Virginia Street.
Baca juga: Rasisme satu-satunya penyakit saat ini, kata Raheem Sterling
Baca juga: Menkes Inggris: Protes rasisme meningkatkan risiko COVID-19
Sejumlah aktivis minggu lalu memasang plat hitam untuk menamakan kembali jalanan. Para aktivis menggunakan nama-nama tokoh gerakan kulit hitam, salah satunya Rosa Parks, yang menolak memberikan kursi kepada seorang penumpang bis kulit puti
Nama lainnya, Sheku Bayoh, seorang warga kulit hitam yang tewas di tahanan kepolisian Kota Fife, Skotlandia, lima tahun lalu.
Sumber: Reuters