Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong para pencipta lagu untuk mendaftarkan kekayaan intelektual mereka ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Yasonna mengatakan banyak pencipta lagu yang tidak memperoleh kesejahteraan layak di hari tua. Sebagian dari mereka, lebih banyak menghabiskan uang yang tersisa untuk biaya pengobatan.
Padahal, kata dia, lagu-lagu ciptaan mereka pernah top dan berjaya pada masanya. Bahkan tidak sedikit yang masih kerap diputar hingga saat ini.
Baca juga: Menkumham serahkan 118 sertifikat merek bagi koperasi dan UMKM
Baca juga: Pemerintah akan lacak aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss
Baca juga: Bekraf ungkap lima hal agar pembiayaan HAKI bisa diimplementasikan
Dengan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka ke LMKN, para pencipta lagu tersebut berkesempatan untuk bisa tetap memperoleh hak ekonomi atas kekayaan intelektual mereka dalam bentuk royalti.
"Kita sekarang punya LMKN yang mengumpulkan dari rumah-rumah karaoke, dari tv, dari radio, dari hotel, sehingga dana itu bisa didistribusikan kepada pencipta, entertainer, dan lainnya," kata dia.
Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, LMKN dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
LMKN merupakan lembaga yang berfungsi melakukan koordinasi dan mengawasi pengumpulan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di bawahnya.
Tempat-tempat umum atau kegiatan yang menggunakan musik seperti kafe, karaoke, dan pentas seni harus membayar royalti yang diatur oleh lembaga ini.
Berdasarkan catatan LMKN, perolehan royalti musik untuk hak cipta dan hak terkait pada 2016 sebesar Rp22 miliar. Pada tahun 2017, terjadi peningkatan pendapatan royalti musik sebesar Rp36 miliar.
Pada akhir 2018, pengumpulan royalti musik meningkat 83 persen, dengan pencapaian nilai pengumpulan royalti mencapai Rp66 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Freddy Harris, dalam sebuah kegiatan deklarasi yang digelar di Bali pada pertengahan Maret 2019 mengatakan, royalti yang ada selama ini belum sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya secara utuh oleh pencipta dan atau pemegang hak cipta.
Potensi pendapatan royalti di Indonesia menurut dia cukup besar, tetapi belum dapat seluruhnya dipungut.
"Sebenarnya potensi pendapatan royalti dalam negeri itu Rp300 miliar. Tapi yang baru bisa ditarik Rp70 miliar", kata Freddy saat itu.