"Kesenjangan gender dalam keluarga sering kali memengaruhi kualitas kesehatan perempuan, tidak terkecuali pada ibu hamil," kata Erni melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Erni mengatakan isu kesehatan perempuan yang juga menjadi salah satu faktor penyebab anak tumbuh kerdil sering kali dianggap hanya tanggung jawab perempuan.
Baca juga: Strategi tekan "stunting" jadi 14 persen 2024
Baca juga: Cegah stunting sejak dini dari calon ibu masih remaja
Padahal, stunting juga harus menjadi tanggung jawab laki-laki, keluarga, dan masyarakat. Stunting dapat dicegah bila kesetaraan gender terwujud dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam seluruh proses pembangunan, program, dan anggaran pembangunan yang tepat sasaran, termasuk bagi ibu hamil.
"Di beberapa daerah, kesehatan ibu hamil masih dianggap tanggung jawab perempuan. Kesehatan bayi dan pemenuhan gizi balita juga dianggap menjadi urusan perempuan saja," tutur Erni.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk mencegah anak tumbuh kerdil adalah pemenuhan gizi ibu hamil, bayi, dan balita, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan.
Melalui Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018-2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendampingi 23 kementerian/lembaga agar mengarusutamakan kesetaraan gender pada setiap program dan anggaran, termasuk pada isu stunting.
Baca juga: Kekurangan asupan gizi pada ibu hamil berdampak stunting pada anak
Baca juga: Kemenkes minta daerah buat penyesuaian hadapi stunting karena COVID-19
Baca juga: Wapres minta kepala daerah berkomitmen turunkan prevalensi stunting
Strategi Nasional Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender juga telah diterapkan sejak 2012 melalui Surat Edaran Bersama Empat Menteri, yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.