Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Iris Rengganis mengemukakan belum ada penelitian terhadap pengaruh Vaksin COVID-19 bagi ibu hamil terhadap bayi yang dilahirkan.
"Penelitian pada ibu hamil tidak etis ya kalau betul-betul kita tidak yakin. Jadi, vaksin manapun tidak ada penelitian terhadap ibu hamil," kata Iris saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu, merespons laporan studi terbaru dari Israel yang menemukan dampak positif vaksinasi corona pada ibu hamil.
Pertimbangan etika menjadi alasan Iris mengapa hingga kini pakar belum melakukan penelitian mendalam terhadap pengaruh vaksin COVID-19 pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.
"Ya kalau kita bikin pernyataan, nanti kalau anaknya cacat atau apa jangan menyalahkan kita. Itu kan tidak etis," katanya.
Rekomendasi Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) terhadap penggunaan vaksin influenza bagi ibu hamil, kata Iris, merupakan kabar gembira. Namun, kebijakan itu belum tentu berlaku juga bagi vaksin lain seperti vaksin COVID-19.
Vaksin COVID-19 yang kini beredar di berbagai negara melalui izin penggunaan secara darurat masih memerlukan penelitian lebih mendalam.
Itulah sebabnya pemerintah hingga saat ini belum menganjurkan pemanfaatan Vaksin COVID-19 kepada ibu hamil. "Sebab pada peserta vaksinasi kelompok dewasa pun masih sangat super hati-hati betul, jangan ada komorbid, jaraknya panjang dan lainnya," katanya.
Iris juga mengemukakan terdapat fakta bahwa antibodi seorang ibu hamil bisa disalurkan kepada bayi melalui asupan Air Susu Ibu (ASI) serta tali pusat atau plasenta.
"Antibodi kita ada lima macam, yang kita omongin IgG untuk infeksi. Nah IgG ini akan diberikan oleh si ibu melalui ASI atau dari si ibu melalui tali pusat kepada bayi. Tapi, kita belum tahu itu antibodinya spesifik atau tidak, tapi pada pokoknya itu antibodi secara keseluruhan," katanya.
Dilansir melalui laman alodokter.com disebutkan Immunoglobulin G atau IgG adalah jenis antibodi yang paling banyak ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya.
Ketika antigen seperti kuman, virus, atau zat kimia tertentu masuk ke dalam tubuh, sel-sel darah putih akan "mengingat" antigen tersebut dan membentuk antibodi untuk melawannya.
Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh akan mudah mengenalinya dan melakukan perlawanan karena antibodi sudah terbentuk lebih dulu.
"Makanya dianjurkan ASI, bukan susu sapi, supaya dia punya pertahanan antibodi dari si ibu. Tapi kan itu antibodinya belum spesifik, masih global, sifatnya umum," katanya.
Atas alasan tersebut, Iris mengatakan vaksin COVID-19 memungkinkan untuk diberi kepada kelompok ibu menyusui. "Tapi Sinovac lho ya, yang lain kita belum ngomongin," katanya.
Iris berharap bila sang ibu sudah terbentuk antibodi terhadap COVID-19, diharapkan juga bisa mengalir ke anaknya melalui ASI.