Jakarta (ANTARA) - Satu tahun pandemi COVID-19 melanda Indonesia, namun tampaknya bangsa ini belum aman dari ancaman penularan virus tersebut.
Dalam membatasi gerak masyarakat, pemerintah terus melakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Selain itu, pemerintah gencar memberikan vaksinasi kepada masyarakat sebagai salah satu upaya yang dinilai paling efektif untuk mengatasi pandemi COVID-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir.
Menurut data Gugus Tugas COVID-19 per 31 Maret 2021, masyarakat yang telah menerima dosis pertama vaksin sebanyak 8.095.717 orang, sementara itu masyarakat yang telah menyelesaikan vaksinasi dosis kedua atau vaksin lengkap sebanyak 3.709.597 orang.
Di saat bersamaan Gugus Tugas COVID-19 mencatat dalam sepekan terakhir paling tidak empat ribu kasus positif per hari masih terjadi, meski tren penularan terus menurun.
Sejatinya, masyarakat menaruh harapan besar kepada Pemerintah untuk dapat mengatasi pandemi sesegera mungkin agar kehidupan sosial dan ekonomi dapat kembali pulih.
Harapan tersebut, salah satunya ada pada wacana Pemerintah yang memperbolehkan mudik Lebaran 2021.
Pemerintah, melalui Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Selasa (16/3) mengatakan pemerintah tidak melarang masyarakat untuk melakukan mudik Lebaran 2021.
Menhub mengatakan, sebagai koordinator nasional angkutan lebaran berkoordinasi dengan Gugus Tugas COVID-19 untuk membuat sejumlah strategi dan skenario mengatur pergerakan masyarakat selama aktivitas mudik.
Pernyataan ini membawa angin segar bagi masyarakat dan dunia usaha, salah satunya pemangku kepentingan bisnis transportasi yang selama ini terdampak oleh pandemi.
Namun, tak berselang lama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dengan sejumlah menteri serta pimpinan lembaga terkait, pada Jumat (26/3), seakan menganulir pernyataan Menhub dengan menyatakan bahwa pemerintah membuat kebijakan larangan mudik lebaran dari tanggal 6 sampai 17 Mei 2021.
Muhadjir menyebut pelarangan mudik Lebaran 2021 bertujuan mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19, seperti yang pernah terjadi saat libur panjang Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.
“Sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan,” kata Muhadjir Effendy.
Kesehatan masyarakat
Presiden Joko Widodo berkali-kali menekankan bahwa kesehatan masyarakat merupakan prioritas utama Pemerintah dalam mengatasi pandemi.
"Sejak awal, kebijakan pemerintah selalu konsisten, bahwa penanganan masalah kesehatan masyarakat adalah prioritas utama. Sekali lagi, kesehatan masyarakat harus diprioritaskan," ujar Presiden Jokowi.
Meski demikian, di tengah prioritas kesehatan tersebut, Pemerintah juga bekerja keras menjaga dan memulihkan perekonomian.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Pemerintah agar tidak terburu-buru mengambil kebijakan untuk melonggarkan aktivitas masyarakat, termasuk mudik.
Pasalnya, masyarakat yang sudah divaksinasi belum mencapai jumlah aman untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity.
Selain itu, vaksinasi juga tidak menjamin seseorang tidak terpapar dan kemudian menularkan COVID-19 kepada orang lain.
“Yang dikhawatirkan jika masyarakat terlampau percaya diri karena merasa sudah divaksin, kemudian justru menjadi carrier virus itu sendiri,” katanya.
Hal ini nampaknya menjadi persoalan tersendiri bagi Pemerintah.
Kebijakan yang diambil hampir pasti menjadi dilematis, antara menangani pandemi secara tuntas, di saat yang sama juga berupaya memulihkan perekonomian masyarakat.
Belum Pulih
Mengetahui adanya kabar larangan mudik Lebaran 2021, Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyayangkan langkah yang diambil Pemerintah.
Ia berpendapat, meskipun masyarakat dilarang mudik, tetap saja ada sejumlah masyarakat yang nekat melakukan mobilisasi pulang kampung.
Data Dinas Perhubungan Jawa Tengah pada tahun 2020, saat musim pelarangan mudik lebaran tahun lalu, sebanyak 1.293.658 orang masuk ke Jawa Tengah.
Organda adalah salah satu contoh asosiasi pengusaha di bidang transportasi. Mereka hanya bisa berharap Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mempertimbangkan keberlangsungan industri sektor transportasi yang selama ini terdampak oleh pandemi.
Melihat kondisi tersebut, sepertinya Pemerintah perlu kembali merumuskan formula kebijakan yang tepat bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Yang jelas, perlu ada regulasi yang menyeluruh terkait larangan mudik Lebaran 2021 dapat berjalan efektif.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno ikut bersuara. Pemerintah sebaiknya untuk menerbitkan Peraturan Presiden perihal larangan Mudik Lebaran 2021 agar kebijakan tersebut berjalan efektif di lapangan.
Jika ada Perpres yang mengatur Mudik Lebaran berlaku di seluruh Indonesia, jadi cukup satu aturan hingga ke daerah dan semua Kementerian dan Lembaga akan ikut aturan yang ada.
Pemerintah harus lebih cerdas dan bijak dalam implementasi larangan mudik lebaran, dengan menerbitkan regulasi yang konkret.
Melalui Perprea ini diharapkan Presiden Jokowi dinilai semua instansi Kementerian dan Lembaga yang terkait di tingkat pusat hingga daerah dapat bekerja maksimal.
Evaluasi kebijakan larangan mudik lebaran tahun 2020 perlu dilakukan secara menyeluruh.
Jangan sampai kebijakan yang diambil nantinya justru akan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada Pemerintah dalam mengatasi pandemi dan memulihkan kembali perekenomian di masyarakat.
Memang banyak energi yang harus dikeluarkan di lapangan, itulah harga yang harus ditanggung Pemerintah.
Baca juga: Pemerintah perbarui aturan perjalanan di dalam negeri
Baca juga: Korlantas Polri siapkan 333 titik penyekatan antisipasi mudik Lebaran
Baca juga: Satgas sebut larangan mudik bukan keputusan mudah