Jakarta (ANTARA) - Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah melakukan reformasi perpajakan untuk mencapai tax ratio atau rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 14,4 persen.
Menurut Hestu, rasio pajak sebesar 14,4 persen sudah realistis karena sudah mengurangi potensi pajak tidak tergali sebesar 3,6 persen atau 20 persen dari rasio pajak Indonesia yang seharusnya 18 persen.
"Jarak mencapai 14,4 persen itu ada sekitar 4,9 persen. Dari sekarang kita mau menutup gap itu dengan mereformasi administrasi dan kebijakan perpajakan yang harus berjalan dua-duanya,” kata Hestu.
Baca juga: Dirjen Pajak: 'Core Tax' baru dapat digunakan mulai 2024
Secara keseluruhan, tujuan reformasi perpajakan adalah untuk mencapai basis pajak yang luas, kepatuhan pajak yang tinggi, dan penerimaan pajak yang sehat serta berkelanjutan. Selain itu, reformasi dapat membuat sistem perpajakan lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Pada kebijakan perpajakan, pemerintah berusaha mengatasi tantangan perpajakan dengan menerbitkan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
"Di DJP, kami melihat tantangan bahwa pajak kita kurang adil, kurang regresif. Kemudian basis pajak kita masih sempit, buktinya tax ratio kita tidak cover pertumbuhan PDB," ucapnya.
Walaupun RUU KUP kemungkinan belum mengatasi semua tantangan perpajakan, tapi Hestu meyakini setidaknya sebagian tantangan perpajakan di Indonesia, seperti terkait masih sedikitnya lapis Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan terkait perpajakan lintas negara, dapat mulai diatasi.
Baca juga: Indef: RUU KUP mesti sejalan dengan penerapan UU Cipta Kerja
Baca juga: Stafsus Menkeu: Diskusi RUU KUP sudah diselenggarakan 10 putaran