Jambi (ANTARA) -
Pandemi COVID-19 memberikan keterbatasan ruang gerak bagi semua orang tidak terkecuali bagi penyandang tuna rungu selain mobilitas yang berkurang para penyandang tuna rungu atau teman tuli di Jambi juga kesulitan berkomunikasi.
Hal ini juga dialami oleh Nurfaidah orang tua dari penyandang tuna rungu bernama M. Ghefary Pradaka yang merupakan siswa SMP SLBN Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Nufa , Sabtu (25/9)mengatakan, selama pandemi COVID,SLBN juga menetapkan pembelajaran daring ini memberikan tantangan tersendiri bagi siswa dan orang tua dimana komunikasi terkait materi pembelajaran menjadi kendala utama.
"Nggak semua orang tua yang anaknya tuli ini bisa paham bahasa isyarat,jadi terkadang malah ada kekeliruan komunikasi antara orang tua dan anak ketika belajar online,"terang Nufa.
Bukan saja Nufa, dirinya juga menceritakan bahwa beberapa orang tua siswa lainnya juga pernah menceritakan hal serupa. Dimana orang tua tidak bisa menjelaskan materi pelajaran kepada anak dengan bahasa isyarat. Hambatan komunikasi ini juga mempengaruhi efektifitas belajar anak.
"Nggak efektif kayak tatap muka, anak-anak kalau sekolah online juga jadi malas dan susah memahami materi yang diajarkan. Juga karena keterbatasan kemampuan kami sebagai orang tua tentang bahasa isyarat,"jelasnya.
Nufa menjelaskan, dirinya kerap berdiskusi dan belajar dengan orang tua murid lainnya yang lebih memahami bahasa isyarat agar dapat mengajarkan materi pembelajaran kepada anaknya.
"Kalau orang tua bahasa isyaratnya terbatas, bisanya bahasa sehari-hari. Kalau guru di sekolah sudah ahli bahasa isyaratnya ,"ujarnya.
Masih sedikitnya masyarakat di Provinsi Jambi yang memiliki kemampuan bahasa isyarat juga menjadi salah satu kesulitan yang dialami oleh teman tuli di Jambi selama pandemi ketika berada diruang publik. Karena penggunaan masker menghambat aktivitas mereka namun ini ternyata tidak diimbangi dengan jumlah penerjemah bahasa isyarat di Jambi.
Koordinator Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) Jambi ,Rachel Ramadhini mengatakan selama pandemi tidak banyak orang yang mau menurunkan masker agar teman tuli bisa paham dengan apa yang dibicarakan. Itulah sebabnya, teman tuli sangat menginginkan adanya juru bahasa isyarat di fasilitas publik untuk membantu teman tuli. Seperti contohnya ketika berobat ke dokter, menurutnya teman tuli tidak bisa mendeskripsikan sakit yang mereka alami, juga demikian dokter yang tidak bisa berbahasa isyarat.
“Kalau sesama teman tuli berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Namun untuk mengerti pembicaraan orang yang tidak tuli itu harus meminta mereka buka masker,” ungkap Rachel.
Kendala komunikasi selama pandemi ini juga pernah diungkapkan oleh Ketua Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu (Gerkatin) Provinsi Jambi, Angga Nikola Fortuna, mengatakan pandemi benar-benar memberikan keterbatasan mobilitas dan komunikasi bagi teman tuli. Kesulitan dalam memahami pembicaraan lawan bicara menjadi masalah utama sebab saat ini diharuskan menggunakan masker . Penggunaan masker transparan pada masyarakat di Provinsi Jambi saat ini masih sangat minim serta masih rendahnya jumlah penerjemah bahasa isyarat di Jambi.
"Teman tuli di Jambi butuh masker transparan, atau masyarakat bisa menggunakan masker transparan agar teman tuli bisa mengerti gerakan bibir lawan bicara. Teman tuli juga butuh pendamping atau penerjemah bahasa isyarat di Jambi masih sangat sedikit masyarakat yang memahami bahasa isyarat,"kata Angga.
Beberapa waktu yang lalu, Gerkatin , Pusbisindo Jambi dan Duta Bahasa Provinsi Jambi beberapa waktu lalu mengadakan pelatihan bahasa isyarat. Dikatakan oleh Angga, ini sebagai upaya untuk memperluas pengetahuan dan kemampuan penggunaan bahasa isyarat kepada masyarakat.
"Kami butuh pendamping kalau mau kemana-mana, karena masyarakat susah mengerti apa yang kami inginkan karena sangat sedikit masyarakat yang bisa bahasa isyarat,"jelas Angga.
Angga menjelaskan dengan semakin banyaknya masyarakat atau penerjemah bahasa isyarat di Jambi tentu akan menambah ruang gerak teman tuli ke ruang publik . Sehingga dapat mempermudah teman tuli untuk berinteraksi dengan lebih banyak orang di fasilitas publik.