Jakarta (ANTARA) - Plt Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Elvieda Sariwati mengatakan upaya deteksi dini faktor risiko serangan stroke perlu ditingkatkan menyusul beban biaya penanganan pasien yang relatif mahal di fasilitas pelayanan kesehatan.
Elvieda mengatakan stroke menepati beban biaya tertinggi kedua setelah penyakit jantung dengan beban biaya rawat inap kumulatif penyakit stroke sebesar Rp794,08 miliar dari total 172.303 kasus.
Baca juga: Pelayanan komprehensif pasien stroke masih didominasi kota besar
Ia mengatakan angka tersebut menjadi penanda masyarakat belum mengenal tanda-tanda dini serangan stroke sehingga penanganan kasus terlambat.
Tantangan lain penanganan pasien stroke adalah belum semua rumah sakit memiliki fasilitas dan tim penanganan pelayanan stroke terpadu.
Untuk itu Elvieda mendorong agar edukasi terkait stroke perlu diintensifkan di Indonesia. Kemudian, peningkatan kapasitas pelayanan fasilitas kesehatan juga perlu untuk menangani kasus stroke.
Upaya yang dilakukan Kemenkes RI sampai dengan saat ini seperti mengajak masyarakat melalui kampanye untuk mendorong skrining kesehatan minimal sekali dalam setahun. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kapasitas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Hal tersebut perlu dilakukan untuk melihat faktor risiko pemicu stroke seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok ataupun obesitas.
Kemudian, transformasi kesehatan saat ini juga sedang diperkuat sebagai salah satu bentuk roadmap yang digagas Kemenkes RI.
“Saat ini memang sedang dilakukan sistem transformasi kesehatan, baik untuk layanan primer dan rujukan, meliputi penguatan layanan primer termasuk sentral-sentral penyakit tertentu. Hal ini sedang disusun dan sedang dibahas," katanya.
Baca juga: Usia produktif diimbau waspadai serangan tiba-tiba berujung "madesu"
Baca juga: 4,5 jam, waktu maksimal selamatkan serangan stroke