Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gempa yang pada Sabtu (6/11) terjadi di wilayah Bolaang Mongondow dan sekitarnya di Provinsi Sulawesi Utara disebabkan oleh aktivitas subduksi Lempeng Sangihe.
Menurut BMKG, gempa tersebut tergolong gempa dangkal dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Guncangan akibat gempa tersebut dirasakan pada skala IV-V MMI di Bolaang Mongondow, pada skala III-IV MMI di Kotamobagu, pada skala III MMI di Talibu, Gorontalo, dan Bitung, serta pada skala II-III MMI di Tomohon sampai Manado.
Pada skala II MMI getaran dirasakan oleh beberapa orang dan menyebabkan benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan pada skala III MMI getaran dirasakan nyata di dalam rumah, terasa seakan ada truk berlalu.
Getaran pada skala IV MMI pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah dan beberapa orang di luar rumah serta menyebabkan gerabah pecah, jendela/pintu berderik, dan dinding berbunyi.
Pada V MMI getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk serta menyebabkan gerabah pecah, barang-barang terpelanting, dan tiang-tiang dan barang besar bergoyang.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa hingga Minggu terjadi tiga gempa susulan setelah gempa dengan magnitudo 6,0 pada Sabtu (6/11).
Gempa susulan menurut BMKG terjadi pada pukul 00.22 WIB dengan magnitudo 3,7, pada pukul 04.04 WITA dengan magnitudo 2,9, dan pada pukul 06.58 WITA dengan magnitudo 2,9.
Hingga Minggu pagi, BMKG belum menerima laporan mengenai kerusakan yang terjadi akibat gempa yang berpusat di tenggara Bolaang Uki.
Baca juga:
Gempa tektonik magnitudo 5,7 guncang tenggara Bolaang Uki Sulut
BNPB imbau Bolaang Mongondow waspada dan siaga dampak gempa