Jambi (ANTARA) - Pada awal Maret ini BPS merilis angka produksi beras Provinsi Jambi yang mengalami penurunan. Tidak tanggung-tanggung penurunan tercatat sebesar 51,06 ribu ton, atau sekitar 22,84 persen dibandingkan dengan angka produksi beras di Tahun 2020. Angka produksi beras Jambi di tahun 2021 hanya mencapai 172,47 ribu ton, sedangkan tahun 2020 mencapai 223,53 ribu ton. Angka produksi beras Jambi tahun 2021 ini pun masih rendah dibandingkan dengan angka 2019.
Produksi padi diperoleh dengan mengalikan luas panen sawah dan produktifitas. Luas panen sendiri didapatkan dari hasil verifikasi luas lahan baku sawah menggunakan metode kerangka sampel area (KSA), sedangkan produktifitas diperoleh dari survei pertanian dengan menggunakan metode ubinan. Kemudian untuk mendapatkan produksi beras 2020-2021 dihitung menggunakan konversi susut/tercecer gabah berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) 2018-2020.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah dengan produksi Padi sebesar itu Jambi sudah swasembada pangan? Jawabannya belum. Konsumsi beras perkapita per tahun di Jambi menurut hasil Susenas 2021 mencapai 79,21 kilogram. Dengan jumlah penduduk Jambi sekitar 3,59 juta jiwa maka kebutuhan akan beras setahunnya berkisar 284,36 ribu ton, kebutuhan ini belum termasuk kebutuhan rumah makan, hotel, restoran dan kebutuhan industri dengan bahan baku beras. Angka konsumsi diatas bila dibandingkan dengan produksi beras Jambi, jelas sekali terjadi defisit. Defisit ini lah yang akhirnya mengharuskan Jambi mengimpor beras dari daerah lain.
Sejalan dengan produksi beras, angka perkembangan NTP pada subsektor tanaman pangan juga menunjukkan penurunan. Angka NTP Jambi di bulan Februari 2022 sebesar 99,12 turun sebesar 0,16 poin persen dibandingkan dengan Januari 2022. Angka NTP tanaman pangan di tahun 2021-2022 masih berkisar dibawah angka 100, yang artinya bahwa harga yang harus dibayar oleh petani tanaman pangan masih lebih tinggi dibandingkan harga yang diterimanya.
Tren menurunnya produksi beras di Provinsi Jambi ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, pertama pada tahun 2021 banyak lahan sawah yang mengalami fuso karena terkena banjir. Tercatat di tahun 2021 ada beberapa kabupaten/kota yang lahan sawahnya terdampak banjir, yaitu Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Muaro Jambi. Banjir yang mengenangi lahan sawah pada musim penghujan ini, menyebabkan petani padi menjadi gagal panen.
Kedua, alih fungsi yang terjadi pada lahan sawah di Provinsi Jambi. Adanya kebutuhan lahan untuk perumahan, perkantoran, dan tempat usaha menjadi salah satu pemicu alih fungsi lahan sawah di Jambi. Selain itu, lahan sawah juga ada yang diubah menjadi perkebunan sawit atau karet, tidak dapat dipungkiri bahwa memang pada saat ini cuan dari hasil perkebunan memang lebih baik dibandingkan dengan pertanian tanaman pangan. Hal ini terlihat dari angka NTP Tanaman Perkebunan Rakyat yang sudah mencapai angka 151,71 di Februari 2022, bandingkan dengan NTP Tanaman Pangan yang hanya 99,12.
Ketiga belum ada sistem pengairan sawah yang baik pada beberapa kabupaten/kota sentra tanaman pangan, seperti Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muarojambi, Kota Jambi, dan Batanghari. Rata-rata sawah disini masih mengandalkan pada lahan tadah hujan, artinya petani hanya dapat menanami sawahnya pada saat musim penghujan saja. Pada saat musim kemarau, lahan sawah menjadi kering dan tidak dapat ditanami komoditi padi.
Untuk menjaga produksi beras yang agar tinggi, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah di Jambi, pertama penanganan banjir yang terpadu pada daerah-daerah sentra padi. Kejadian banjir merupakan kejadian musiman yang sering terjadi pada daerah-daerah yang rendah. Penanganannya tidak lain dan tidak bukan adalah mencegah air masuk ke sawah petani. Caranya bisa dengan membangun waduk atau danau buatan di sekitar sawah, selain sebagai pencegah banjir dapat juga untuk tempat budidaya ikan.
Kedua pencegahan alih fungsi lahan sawah. Penetapan suatu lahan sebagai lahan sawah abadi menjadi suatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jika tidak, lambat laun lahan sawah di Jambi akan semakin sempit dan sangat mempengaruhi ketahanan pangan Jambi. Bahkan jika mampu, pemerintah perlu mencetak sawah-sawah baru sebagai lahan sawah produktif.
Ketiga pembangunan irigasi pada daerah-daerah sentra padi. Bendungan besar direncanakan akan dibangun di Kabupaten Merangin, selain untuk kepentingan pembangkit listrik, bendungan ini juga akan berguna untuk pengairan irigasi. Dengan adanya irigasi yang baik, tentu saja nanti akan membantu petani padi dalam meningkatkan produksinya.
Keempat perlu adanya insentif dari pemerintah kepada petani tanaman padi. Insentif yang diberikan dapat berupa bantuan bibit tanaman padi. Bibit yang baik tentu saja akan meningkatkan produktifitas sawah petani. Selain itu insentif berupa pupuk juga sangat dibutuhkan oleh petani. Pupuk menjadi faktor pendukung dalam peningkatan produktifitas tanaman padi.
Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor yang sangat membutuhkan bantuan pemerintah, karena struktur ongkosnya yang tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Kita sangat bersyukur masih banyak petani padi di Jambi yang sanggup bertahan walaupun hasil yang kurang menjanjikan. Semoga dengan perhatian lebih dari pemerintah, akan membawa petani padi lebih sejahtera.
Penulis : Nopriansyah
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jambi