Jambi (ANTARA) - Wabah COVID-19 memberikan efek terjadinya percepatan literasi digital bagi guru dan murid, internet tidak lagi dipandang hanya sebagai sarana hiburan dan informasi namun bisa digunakan untuk sarana pembelajaran, meski demikian pandemi COVID-19 turut mempercepat matinya ruang-ruang kelas di sekolah.
Kemajuan teknologi seperti adanya internet ibarat pisau bermata dua, satu sisi memberikan manfaat, di sisi lain dapat memberikan efek negatif. Sisi yang memberikan manfaat sepertinya sudah tidak bisa diragukan lagi. Seperti apa yang terjadi saat ini ketika wabah COVID-19 menerpa hampir 160 negara dan menelan ribuan jiwa, kemajuan teknologi memberi solusi untuk dunia pendidikan.
Ketik guru dan siswa “dirumahkan”, pembelajaran-pun dapat dilakukan secara dalam jaringan atau on line dengan menggunakan media berbasis komputer.
Banyak platform-platform pembelajaran on line menawarkan kelebihan-kelebihan dan menuntut ketelitian pengguna agar menemukan kekurangannya sehingga bisa membuat perbandingan. Program PINTAR Tanoto Foundation sudah melakukan itu dengan e-PINTARnya.
Guru harus selektif menggunakan platform khusus pelatihan itu. Guru harus melihat apakah platform ini layak atau tidak direkomendasikan ke siswanya atau malah membingungkan mereka. Guru juga harus bisa menganalisis bagaimana tiap-tiap menunya menawarkan kemudahan atau kesulitan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan platform pembelajaran tersebut seperti: seperti kemudahan mengakses, fasilitas yang ada di dalamnya dan besarnya memori yang dibutuhkan dan mungkin bisa dijadikan pertimbangan popularitas dari platform itu sendiri.
Hal yang serupa pun terjadi pada siswa, mereka terpaksa mengikuti pembelajaran secara on line. Hal ini bisa disimpulkan dari keluhan maupun curhatan siswa yang gagap teknologi dalam memanfaatkan gadget atau komputer. Apalagi terhadap siswa yang ada di pedalaman, karena tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak daerah yang terpencil yang belum mendapatkan sinyal baik.
Hal yang tidak bisa tutup mata, bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Jangankan untuk menggunakan gawai untuk belajar secara daring, untuk makan dan kehidupan sehari-hari pun mereka mengalami kesulitan.
Dengan adanya kelas-kelas on line bisa membantu kekosongan di masa social distancing dan menjadi solusi pembelajaran. Dibalik merebaknya penggunaan platform pembelajaran on line yang membangkitkan literasi digital, ada sedikit kekhawatiran sebagai seorang guru.
Seperti yang ditulis oleh seorang dosen dari Amerika, Tom Nichols dalam bukunya yang berjudul 'the Death of Expertise' yang mengulas tentang matinya para ahli atau runtuhnya ilmu pengetahuan karena kemajuan teknologi. Orang-orang tidak lagi membutuhkan para cerdik cendekia, mereka hanya membuka mesin pencari informasi dan mempercayai bulat-bulat apa yang disajikan.
Masyarakat awam yang mengalami social distancing akibat pandemi ini merasakan besarnya pengaruh teknologi. Mereka akan bisa menarik kesimpulan bahwa belajar bisa tanpa guru, tanpa ruang-ruang kelas tanpa prasyarat sikap dan keterampilan yang dituntut.
Guru perlu terus belajar teknologi agar tidak ketinggalan literasi digital di masa yang akan datang.
Oleh: Kurniawati, S.Pd., Guru SMPN 17 Tanjab Timur/ fasilitator Program PINTAR Tanoto Foundation
Literasi digital guru dan siswa pasca pandemi COVID-19
Selasa, 17 Mei 2022 19:32 WIB