Jakarta (ANTARA) - Tanoto Foundation menyatakan Tim Pendamping Keluarga (TPK) berperan dalam pengambilan langkah preventif dan promotif guna mencegah terjadinya kondisi stunting pada anak-anak bangsa.
Ia menuturkan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan tidak mendapatkan stimulasi psikososial yang cukup terutama yang terjadi sejak janin dalam kandungan sampai 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Terjadinya stunting berdampak gangguan pada perkembangan fisik dan perkembangan otak anak sehingga terjadi penurunan kapasitas intelektual yang akan berpengaruh pada produktivitas saat dewasa.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, dari total penduduk Indonesia berjumlah 273,8 juta jiwa, terdapat sekitar 21,8 juta anak berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia pada tahun 2021, angka prevalensi stunting masih menyentuh 24,4 persen
“Anak-anak ini merupakan generasi kunci yang diharapkan menjadi sumber daya manusia unggul dan berkualitas untuk melanjutkan pembangunan pada saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan di tahun 2045,” ujarnya.
Oleh karenanya, TPK yang dibentuk oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diharapkan dapat memberikan pendampingan melalui edukasi keluarga risiko stunting baik terkait cara pencegahan yang dilakukan melalui perubahan perilaku hidup sehat, pentingnya tablet tambah darah (TTD) dan pencermatan 1.000 HPK hingga menyediakan asupan gizi seimbang.
“Dengan dibentuknya TPK, pendampingan terhadap keluarga berisiko mempunyai anak stunting akan menjadi lebih terarah dan tepat,” ujarnya.
Pihaknya berkomitmen mendukung terus upaya pemerintah Indonesia dalam percepatan penurunan stunting.
Sejak 2021, pihaknya telah bekerja sama untuk mengembangkan program percepatan penurunan stunting berbasis keluarga.
“Dengan semangat kolaborasi, kami mengajak pihak-pihak swasta dan organisasi filantropi lainnya untuk ikut bergabung dan mengambil aksi nyata melawan stunting. Mari bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak kita untuk tumbuh berkembang bebas stunting,” katanya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menambahkan setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, pemerintah mengadakan sejumlah kegiatan tambahan pada 2022, di antaranya penyediaan data keluarga berisiko stunting.
Kegiatan lainnya, praktik TPK yang dikhususkan bagi keluarga berisiko stunting serta penyediaan pendampingan terhadap semua calon pengantin sebelum memasuki usia subur.
Ia mengatakan agar semua program berjalan optimal, diperlukan kerja sama yang luas serta data yang lebih akurat dalam penanganan stunting di Indonesia.
“Di tahun 2022 ini, diharapkan optimalisasi penurunan bisa mencapai tiga persen. Sehingga 2024 bisa mencapai 14 persen. Ke depan kami akan tingkatkan data stunting agar lebih presisi. Ketika ada alokasi anggaran stunting, itu benar-benar tepat sasaran ke keluarga yang stunting,” ujarnya.