Melbourne (ANTARA) - Harga minyak turun di awal perdagangan Asia pada Jumat, setelah sedikit rebound di sesi sebelumnya, membuat minyak akan jatuh untuk minggu kedua berturut-turut di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga agresif bank-bank sentral dan pembatasan COVID-19 China akan merugikan permintaan.
Sementara itu harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 19 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 83,35 dolar AS per barel, setelah terangkat 2,0 persen di sesi sebelumnya.
Kedua kontrak acuan turun sekitar 4,0 persen untuk minggu ini, dengan pasar meluncur pada satu titik ke level terendah sejak Januari.
Penurunan terjadi meskipun ada pengurangan produksi kecil oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu, bersama-sama disebut OPEC+, ancaman Rusia untuk memotong aliran minyak ke negara mana pun yang mendukung pembatasan harga minyak mentahnya, dan prospek pertumbuhan produksi minyak AS yang lebih lemah.
Badan Informasi Energi AS pada Kamis (8/9/2022) mengatakan pihaknya memperkirakan produksi minyak mentah AS naik 540.000 barel per hari menjadi 11,79 juta barel per hari pada 2022, turun dari perkiraan sebelumnya untuk peningkatan 610.000 barel per hari.
Analis mengatakan mengingat prospek pasokan, aksi jual, yang mengirim rata-rata pergerakan 50 hari di bawah rata-rata pergerakan 200 hari pada pertengahan minggu dalam apa yang disebut sebagai death cross, mungkin telah berlebihan, karena permintaan di China, importir minyak terbesar dunia, bisa pulih dengan cepat.
"Permintaan China lebih sulit untuk diprediksi, tetapi pembukaan kembali pasca-COVID sebelumnya telah melihat kemunduran daripada kenaikan permintaan secara bertahap. Dalam konteks itu, fundamental tampak condong terhadap sinyal teknis terbaru," analis National Australia Bank mengatakan dalam sebuah catatan.
Untuk saat ini pembatasan di China semakin ketat. Kota Chengdu pada Kamis (8/9/2022) memperpanjang penguncian untuk sebagian besar dari lebih dari 21 juta penduduknya, sementara jutaan lainnya di bagian lain China didesak untuk tidak bepergian selama liburan mendatang.