Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengapresiasi langkah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan instruksi khusus mengenai pedoman penyampaian informasi publik kepada seluruh lembaga, badan otonom, ataupun badan khusus di bawah PBNU.
"Hal ini tentu sangat patut kita apresiasi karena dengan adanya kejelasan sikap dari PBNU tersebut telah membuat masyarakat merasa tenang. Sebelumnya, banyak orang bertanya- tanya apakah sikap dan pandangan LDNU ini juga sudah merupakan sikap dan pandangan dari PBNU," ujar Anwar, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Selanjutnya, Anwar mengingatkan bahwa setiap pihak yang terlibat di dalam dunia dakwah Islam sepatutnya menampilkan Islam yang baik. Hal tersebut, lanjut dia, sejalan pula dengan pesan yang disampaikan oleh Kiai Miftah, sapaan akrab KH Miftachul Akhyar, ketika memberikan sambutan atas terpilihnya beliau sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025.
"Beliau dengan lembut dan dengan wajah penuh senyum mengatakan bahwa kita sebagai orang yang terlibat dalam dunia dakwah harus bisa menampilkan Islam yang baik. Untuk itu, kata beliau, dakwah kita hendaklah bersifat mengajak, bukan mengejek; merangkul, bukan memukul; menyayangi, bukan menyaingi; mendidik, bukan membidik," ucap Anwar.
Dengan demikian, menurutnya, dakwah yang sejuk, toleran, dialogis, manusiawi, serta bisa mendorong terciptanya kemajuan, sebagaimana disampaikan Kiai Miftah, merupakan cara untuk menghadirkan makna Islam rahmatan lilalamin (Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam).
"Ini menjadi tugas para dai untuk mewujudkannya," ujar Anwar.
Sebelumnya, pengeluaran instruksi khusus tentang pedoman penyampaian informasi publik kepada seluruh lembaga, badan otonom, ataupun badan khusus di bawah PBNU, disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf.
Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf menyampaikan bahwa ada beberapa poin yang dimuat dalam instruksi bernomor 225/PB.03/A.I.03.41/99/10/2022 itu.
Di antaranya, menginstruksikan untuk tidak memberikan pernyataan yang bersifat strategis lebih-lebih urusan agama sebelum mendapatkan persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU.
“Seluruh hasil permusyawaratan yang dikeluarkan oleh lembaga, badan khusus maupun badan otonom harus dilaporkan kepada PBNU dalam hal ini Rais Aam dan Ketua Umum PBNU untuk mendapatkan persetujuan,” ujar Gus Ipul.
Dia menegaskan jika ada lembaga yang merilis sesuatu sebelum mendapatkan persetujuan PBNU, rilis itu dapat diabaikan karena bukan menjadi keputusan resmi perkumpulan.