Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan masih banyak masyarakat salah kaprah dalam mengartikan prinsip keadilan restoratif atau restorative justice di Indonesia.
Mahfud mengaku dirinya kerap menerima pengaduan dari masyarakat yang tetap ditahan karena mereka merasa telah melakukan penyelesaian kasus dengan prinsip keadilan restoratif.
Bahkan, Mahfud juga pernah didatangi oleh beberapa pengacara yang mengaku pihak korban dan pelaku sudah berembuk dengan mengedepankan keadilan restoratif, namun masih terjerat hukum.
Mahfud menjelaskan dalam hukum pidana terdapat batas-batas tertentu, di mana sebuah perkara pidana tidak bisa dirembukkan.
"Kemudian diartikan restorative justice itu negosiasi pasal, negosiasi perkara; bukan itu," tegas mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Mahfud mengaku setuju dengan penerapan prinsip keadilan restoratif, namun dengan catatan menggunakan roh hukum asli Indonesia. Dia mempertanyakan bagaimana caranya menentukan batasan yang diperlukan dalam menetapkan suatu perkara bisa diselesaikan dengan prinsip keadilan restoratif.
Dia khawatir jika penentuan batas-batas tersebut tidak jelas, maka prinsip keadilan restoratif akan sulit diterapkan.
Oleh karena itu, konferensi mengenai keadilan restoratif sangat penting, sehingga perlu kompilasi ketentuan keadilan restoratif yang dimiliki Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Meskipun demikian, Mahfud tetap mewanti-wanti jangan sampai keadilan restoratif dijadikan alat untuk negosiasi oleh pihak berperkara maupun oknum aparat penegak hukum.