Makassar (ANTARA) - Mantan rektor perempuan pertama di kawasan Indonesia timur dan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah meninggal dunia di usia 93 tahun.
"Atas nama pribadi dan keluarga besar Kementerian Agama Provinsi Sulsel kami menyampaikan duka cita mendalam, semoga karya dan jasa almarhumah bernilai Ibadah," katanya.
Ia mengatakan Prof Dr Hj Andi Rasdiyanah merupakan salah satu tokoh perempuan yang masyhur dikenal sebagai tokoh pendidik dan tokoh agama, bukan saja di Sulsel tapi juga di Indonesia.
Almarhumah lahir di Bulukumba, Sulsel pada 14 Februari 1935. Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil, sehingga ia harus mengandalkan bantuan kakaknya yang tertua untuk bisa melanjutkan sekolah.
Rasdiyanah menempuh pendidikan dasar dan lanjutan menengah di Madrasah Muallimat Muhammadiyah Bulukumba. Selepas ketiga kakaknya wafat, ia lalu merantau ke Yogyakarta dan melanjutkan studi di Madrasah Muallimat Yogyakarta.
Lulus dari Madrasah Muallimat Yogyakarta, Rasdiyanah melanjutkan studi di Fakultas Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga. Sembari belajar, ia juga aktif berorganisasi. Rasdiyanah merupakan kader Nasyiatul ‘Aisyiyah, sebuah wadah organisasi bagi kader muda ‘Aisyiyah.
Rasdiyanah dikenal sebagai perempuan yang cerdas. Tidak hanya di bidang akademik, tapi juga di bidang sastra. Pengetahuannya tidak terbatas pada hal ihwal agama, tapi juga pengetahuan umum bahkan sastra.
Kecerdasan dan perhatian Rasdiyanah terhadap pendidikan mengantarkannya menjadi Rektor IAIN Alauddin Makassar (dulu Ujung Pandang). Waktu itu, ia dilantik langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Munawir Syadzali bertepatan dengan 1 Juni 1985. Pengangkatan itu membuat namanya kian melambung.
Ia merupakan perempuan pertama yang menjadi rektor IAIN di Indonesia. Selain itu, ia juga tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi rektor di wilayah Indonesia timur.
Ketika diamanahi menjadi rektor, Rasdiyanah sebenarnya belum berstatus guru besar. Namun, kemampuannya tidak ada yang meragukan. Sebelumnya, ia terlebih dahulu menduduki jabatan Wakil Rektor di institut yang sama.
Dilansir dari uin-alauddin.ac.id, digambarkan bahwa kepemimpinannya merupakan perpaduan antara seorang birokrat, intelektual, dan sosok ibu.
Setelah menjabat sebagai Rektor IAIN Alauddin dua periode berturut-turut (1985-1989 dan 1989-1993), Rasdiyanah mendapat amanah sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia.
Rasdiyanah menikah dengan Amir Said pada 1962. Dari pernikahan itu ia dikarunia enam anak: lima perempuan dan satu laki-laki. Kepada anak-anaknya, ia melatih mereka hidup dengan kedisiplinan yang tinggi. Ia juga mendidik mereka dengan pendidikan agama yang ketat.
Atas jasanya, di usianya ke-75, UIN Alauddin Makassar mempersembahkan buku Refleksi 75 Tahun Prof Dr Andi Rasdiyanah: Meneguhkan Eksistensi Alauddin. Secara pribadi, Rasdiyanah juga menulis beberapa karya, seperti Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi Indonesia dan kumpulan Puisi Al-Quran. Karya-karyanya pernah menjadi bahan diskusi di Dewan Kesenian Makassar.