Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mendukung Program Global Future Fellows (GFF) 2023 sebagai wahana kolaborasi sektor publik, BUMN, privat, dan komunitas masyarakat untuk menyiapkan strategi mempercepat ketahanan pangan nasional.
Menurut dia, tantangan pemenuhan pangan menjadi isu strategis seiring jumlah populasi penduduk dunia yang terus mengalami pertumbuhan.
Ia menyebutkan jumlah penduduk Indonesia saat ini telah mencapai 280 juta jiwa, dan diperkirakan mencapai 300 juta jiwa pada 2030, sedangkan penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,5 miliar pada 2050.
Dengan demikian, dunia harus menyiapkan peningkatan produksi pangan hingga 70 persen pada 2050, untuk memberi makan populasi manusia.
"Ini tentunya kan setiap mulut pasti membutuhkan makan dan minum dan sudah menjadi kebutuhan dasar manusia," kata dia.
Sementara, dunia tengah menghadapi sejumlah tantangan meliputi perubahan iklim yang mepengaruhi produktivitas tanaman pangan, ditambah eskalasi geopolitik dua tahun terakhir yang salah satunya dipicu perang Rusia dan Ukraina.
Dalam konteks Indonesia, lanjut Pahala, ketahanan pangan perlu segera diwujudkan karena hingga kini sejumlah komoditas pangan yang dibutuhkan masyarakat masih diimpor dalam jumlah besar.
Ia mencontohkan, saat ini Indonesia masih mengimpor kurang lebih 1,5 juta ekor sapi per tahun, dan mengimpor gula mentah mencapai 3,6 juta ton setiap tahun untuk kebutuhan industri.
Menurut dia, Kementerian BUMN tengah melakukan perubahan model bisnis, mengupayakan modernisasi teknologi, serta bersinergi membangun ekosistem dengan sektor swasta untuk menjawab tantangan itu.
Karenanya, kata Pahala, kolaborasi sektor publik, BUMN, privat, dan komunitas masyarakat merupakan kunci untuk mencapai optimalisasi produksi, distribusi, dan aksesibilitas pangan di Indonesia.
Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation Cazadira F. Tamzil menuturkan GFF 2023 yang diinisiasi oleh Pijar Foundation mempertemukan 36 enam profesional terpilih dari 21 kabupaten/kota se-Indonesia.
Mereka yang berasal dari sejumlah kementerian/lembaga, BUMN, perusahaan swasta dan rintisan agrikultur, lembaga pendidikan, dan beberapa institusi strategis lainnya itu akan mengikuti rangkaian diskusi, pemberian materi, hingga kelas khusus diampu oleh 15 ahli dari Indonesia, Jepang, dan Uni Emirat Arab di Yogyakarta mulai 21 sampai 25 Mei 2023.
Menurut Cazadira, isu ketahanan pangan diangkat sebagai tema GFF 2023 karena merupakan salah satu isu prioritas pemerintah.
"Di tengah ancaman perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan kurangnya minat pemuda pada sektor pertanian, GFF menawarkan kesempatan langka untuk mendorong diskusi dan aksi kolaborasi lintas sektor dan generasi. Dengan bergotong-royong, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan dengan lebih cepat," kata dia.