Jakarta (ANTARA) - Harga minyak terangkat sekitar dua persen ke level tertinggi hampir tiga bulan pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), di tengah pengetatan pasokan, meningkatnya permintaan bensin AS, harapan langkah-langkah stimulus China dan pembelian teknis.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September meningkat 1,67 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi menetap pada 78,74 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Itu adalah penutupan tertinggi untuk Brent sejak 19 April dan untuk WTI sejak 24 April, karena kedua kontrak berjangka didorong ke wilayah overbought secara teknis di atas rata-rata pergerakan 200 hari mereka.
Rata-rata pergerakan 200 hari telah menjadi titik kunci resistensi teknis untuk kedua harga acuan tersebut sejak Agustus 2022.
Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho Bank, mengatakan pergerakan di atas rata-rata pergerakan 200 hari "umumnya menghentikan spekulatif dan menarik pedagang yang mencari titik masuk baru."
Kedua harga acuan minyak mentah telah naik selama empat minggu berturut-turut dengan pasokan diperkirakan akan mengetat karena pemotongan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.
Kenaikan minyak telah mencerminkan "kondisi pengetatan karena pengurangan produksi minyak Saudi berdampak pada pasar ... bahkan ketika permintaan musim panas agak lebih kuat untuk bensin dan bahan bakar jet," kata Citi Research dalam sebuah catatan.
Permintaan yang kuat dan kekhawatiran tentang masalah pasokan mendorong bensin berjangka AS ke level tertinggi sejak Oktober 2022.
"Reli minyak mentah sangat mengesankan karena terjadi ketika Eropa terlihat sangat lemah saat ini, AS melambat, dan Politbiro China diperkirakan tidak akan mengungkap stimulus besar minggu ini," Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA, mengatakan dalam sebuah catatan.
Di zona euro, aktivitas bisnis menyusut lebih dari yang diharapkan pada Juli karena permintaan di industri jasa-jasa dominan blok tersebut menurun sementara output pabrik turun pada laju tercepat sejak COVID-19 pertama kali terjadi, sebuah survei menunjukkan.
Di AS, aktivitas bisnis melambat ke level terendah lima bulan pada Juli, terseret oleh perlambatan pertumbuhan sektor jasa-jasa, data survei yang diawasi ketat menunjukkan, tetapi penurunan harga input dan perekrutan yang lebih lambat menunjukkan bahwa Federal Reserve dapat membuat kemajuan di bidang penting dalam upayanya untuk mengurangi inflasi.
Investor telah memperkirakan kenaikan seperempat poin dari Fed dan Bank Sentral Eropa (ECB) minggu ini, jadi fokusnya akan tertuju pada apa yang dikatakan Ketua Fed Jerome Powell dan Presiden ECB Christine Lagarde tentang kenaikan suku bunga di masa depan.
Mayoritas ekonom yang disurvei oleh Reuters masih memperkirakan ini akan menjadi peningkatan terakhir dari siklus pengetatan AS saat ini, setelah data bulan ini menunjukkan tanda-tanda disinflasi, menghilangkan kebutuhan Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman dan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi serta mengurangi permintaan minyak.
Di China, ekonomi terbesar kedua di dunia dan konsumen minyak terbesar kedua, para pemimpin berjanji untuk meningkatkan dukungan kebijakan bagi ekonomi di tengah pemulihan pasca-COVID yang berliku-liku, dengan fokus pada peningkatan permintaan domestik, menandakan lebih banyak langkah stimulus.
Analis di Deutsche Bank mengatakan permintaan minyak di China "sekarang melampaui ekspektasi," yang "membantu menambah kepercayaan pada kemampuan China untuk memenuhi (dua pertiga) pertumbuhan permintaan minyak tahun ini."