Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan bahwa harmonisasi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 terkait perdagangan digital dijadwalkan final pada 1 Agustus 2023.
Zulkifli menjelaskan, terdapat beberapa revisi yang diusulkan pada Permendag Nomor 50/2020. Pertama, bahwa penjualan produk lokapasar dan platform digital atau social commerce harus melalui izin dan pengenaan pajak yang sama.
"Kalau jualan kan ada pajaknya, jangan sampai nanti yang platform digital enggak bayar pajak. Mati dong kita, kita bayar pajak, sama ini enggak," kata Zulkifli.
Lebih lanjut, platform digital tidak diperbolehkan menjadi produsen atau menghasilkan barangnya sendiri. Sebagai contoh, social commerce seperti TikTok Shop dilarang untuk membawa barangnya langsung dari negara afiliasinya.
Zulkifli mengatakan, usulan berikutnya adalah menetapkan harga minimum barang impor sebesar 100 dolar AS. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya produk-produk dengan harga sangat murah yang dapat mengganggu keberlanjutan UMKM dalam negeri.
"Saya juga minta untuk melindungi UMKM kita, barang yang dijual itu juga ada harganya. Masa kecap harus impor, UMKM aja kan bisa bikin sambal, makanya saya usulkan harganya 100 dolar AS," kata Zulkifli.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, Indonesia harus segera membuat regulasi yang mengatur perdagangan digital sebelum banyak pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mengalami kebangkrutan.
Teten menyampaikan, perkembangan teknologi dengan cepat mengubah pola belanja konsumen dari e-commerce ke social commerce. Hal ini sangat berdampak pada penjualan UMKM lokal karena harga yang ditawarkan sangat murah.
Salah satu contoh social commerce yang menjual harga dengan sangat murah adalah TikTok Shop. Harga rata-rata yang diperjualkan pada laman beranda antara Rp100 hingga Rp50 ribu.
Produk yang dijual pun beragam mulai dari fesyen, aksesoris, perlengkapan rumah tangga, sepatu hingga makanan.
Menurut Teten, penjualan produk pada platform tersebut sudah mengarah pada predatory pricing atau praktik menjual barang di bawah harga modal.