Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya (Laksdya) TNI Aan Kurnia menyarankan Komisi I DPR agar menggulirkan kebijakan untuk menjerat kapal asing yang melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia, mulai dari pemindahan barang (transshipment) ilegal hingga mengelabui data AIS (automatic identification system).
Hal tersebut disampaikannya berkaca pada kejadian penangkapan kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114, yang melakukan aktivitas ilegal pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia pada Juli lalu, namun Bakamla tak dapat menjerat hukum pada kasus tersebut.
"Yang sangat memprihatinkan kami tidak bisa jerat hukumnya karena aturan kita yang masih lemah," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, kapal yang membawa muatan minyak mentah senilai Rp4,6 triliun itu melakukan transshipment bahan bakar minyak tanpa izin ke kapal supertanker asing lainnya berbendera Kamerun, MT S Tinos.
Dia menyebut kapal itu juga melakukan pengelabuan data AIS sehingga seolah-seolah kapal itu berada di perairan luar negeri yakni Laut Merah, padahal kapal sedang berlayar di perairan Indonesia.
Termasuk, lanjut dia, kapal tersebut tidak mengindahkan peringatan dari Bakamla untuk berhenti saat dilakukan pengejaran hingga akhirnya dibantu Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) ketika kapal sudah masuk perairan Malaysia.
"Yang masalah AIS-nya menipu, kemudian dia transshipment di wilayah kita, kemudian dihentikan tidak mau berhenti, ini tidak ada aturan yang bisa menjerat," ujarnya.
Aan pun menyayangkan karena pada akhirnya Bakamla hanya mampu menjerat kapal tersebut atas tindakannya membuang limbah (dumping) minyak ke perairan Indonesia.
"Akhirnya yang bisa kami jerat hanya pencemarannya saja, yang lainnya tidak bisa, tidak ada aturan," tutur dia.