Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meminta anggota Komisi IV DPR RI menyetujui Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Tahun Anggaran 2023 senilai Rp5,83 triliun untuk mempercepat peningkatan produksi padi dan jagung.
Mentan Amran menuturkan usulan ABT tersebut sudah lebih dahulu disampaikan kepada Kementerian Keuangan melalui Surat Menteri Pertanian Nomor B-241/RC.110/M/11/2023 pada tanggal 6 November 2023.
Berdasarkan hasil konsultasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dari jumlah usulan Rp5,8 triliun, kemungkinan besar hanya sebagian yang bisa dilakukan pada akhir 2023. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan pada 2024, Kementan disarankan untuk melakukan reprioritasi pemanfaatan anggaran reguler Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2024.
“Selanjutnya kekurangan anggaran reguler tahun 2024 nanti dapat diusulkan kembali melalui ABT Tahun Anggaran 2024,” sambung Amran.
Melalui catatan Kementan, ABT Rp5,83 triliun sebagian besar akan digunakan oleh Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian dengan total anggaran Rp3,1 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk membeli aneka alsintan pasca panen, optimalisasi lahan rawa, dan pembelian pupuk dan pestisida.
Kemudian porsi anggaran terbesar dimiliki oleh Ditjen Tanaman Pangan. Total anggaran yang mencapai Rp2,5 triliun tersebut rencananya akan digunakan untuk membeli benih jagung hibrida untuk 1 juta Ha lahan, saprodi jagung hibrida untuk 500 ribu Ha lahan, pembelian saprodi pada untuk mendukung percepatan tanam di 500 ribu Ha lahan, benih padi untuk150 ribu Ha lahan untuk mendukung optimalisasi lahan rawa, hingga pembelian 380 unit alsintan pascapanen.
Mentan Amran menuturkan bahwa pertanian saat ini tengah dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks seperti El Nino yang berdampak pada penurunan produksi, konflik geopolitik yang menyebabkan terganggunya distribusi pangan, dan restriksi ekspor dari negara-negara produsen pangan.
Di sisi lain, meningkatnya permintaan terhadap pangan pascapandemi COVID-19, menyebabkan harga pangan semakin mahal yang dapat mendorong terjadinya krisis pangan global dan dapat berpotensi mengancam stabilitas sosial ekonomi dan politik.
Akibat kondisi tersebut, katanya, Indonesia memutuskan untuk mengimpor 3,5 juta ton beras dan berpeluang mencapai 5 juta ton pada 2024. Oleh karena itu, Amran menilai perlu segera dilakukan upaya khusus percepatan peningkatan produksi pangan terutama beras dan jagung untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
“Produksi beras nasional periode 2022-2023 mengalami penurunan akibat ancaman El Nino dan dari sebelumnya 31 juta ton dan diperkirakan turun menjadi 30 juta ton pada tahun 2023. Di sini memaksa kita impor beras sebanyak 3,5 juta ton untuk cadangan pangan pemerintah. Kondisi ini tentunya berbahaya bagi ketahanan pangan dan ketahanan negara kita,” tutur dia.