Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan kebijakan rasionalisasi nilai manfaat dana haji terhadap Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) diputuskan untuk mendukung prinsip keberlanjutan dan keadilan.
Menag Yaqut menekankan pentingnya keberlanjutan dana haji, karena dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mencatat rasio nilai manfaat terhadap BPIH yang semakin tinggi.
Pada 2010 nilai manfaat hanya menyumbang 12,91 persen dari total BPIH atau setara dengan Rp4,5 juta. Namun angka ini terus naik hingga mencapai puncaknya pada 2022 sebesar 59,21 persen atau setara dengan Rp57,9 juta.
Artinya, kata dia, jamaah hanya terbebani pembayaran sebesar 40,79 persen atau Rp39,9 juta dari total biaya yang harus dibayarkan untuk berangkat haji Rp97,8 juta, sementara sisanya dibayarkan dari nilai manfaat dana haji.
“Menurut kami hal ini merupakan perilaku yang kurang sehat. Seharusnya, jamaah yang berangkat membayar dengan prosentase yang lebih besar karena ada syarat istitha’ah dalam pemberangkatan ibadah haji secara prinsip antara keuangan maupun istitha’ah secara kesehatan,” kata Menag Yaqut.
Jika hal ini diteruskan, lanjutnya, dalam beberapa tahun mendatang jamaah akan mengalami peningkatan tajam pembayaran biaya haji karena nilai manfaat yang sudah tidak dapat lagi menopang BPIH.
“Untungnya ... untuk penyelenggaraan haji tahun depan rasio nilai manfaat terhadap BPIH sudah mulai dirasionalisasi dari semula 44,68 persen pada 2023 menjadi 40 persen untuk 2024,” kata Menag.
Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI telah resmi menetapkan BPIH sebesar Rp93,4 juta dengan calon peserta haji hanya membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar Rp56 juta (60 persen) per orang, sementara sisanya diambilkan dari nilai manfaat hasil pengelolaan BPKH sebesar Rp37,3 juta (40 persen).
“Ketika bicara soal keadilan, perolehan nilai manfaat pada tahun berjalan sebenarnya bukan hanya hak jamaah yang berangkat pada tahun tersebut saja, tetapi juga hak 5.251.454 jamaah yang berada di daftar tunggu, yang keberangkatannya masih menunggu selama 11-47 tahun,” kata Menag Yaqut.
Menyadari bahwa perolehan nilai manfaat seharusnya tidak hanya diberikan untuk jamaah yang akan berangkat haji, Menag menyebut bahwa BPKH sudah mulai membagikan nilai manfaat melalui virtual account kepada jamaah dalam daftar antrean, meskipun jumlahnya belum sebesar untuk jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
Sejak 2018-2023, kata dia, sudah tercatat Rp11,6 triliun dibagikan kepada jamaah yang berada di dalam daftar tunggu.
“Jika penggunaan nilai manfaat untuk jamaah haji tahun berjalan dapat dikurangi, asumsinya tentu nilai manfaat virtual account yang dibagikan juga akan semakin besar,” tutur Menag Yaqut.