Jakarta (ANTARA Jambi) - Kesatuan Pelaut Indonesia mengkhawatirkan politik buruh murah dan biaya hidup yang terus bertambah memunculkan kesenjangan dan akan menjadi bom waktu bagi Indonesia.
Koordinator International Transport worker's Federation (ITF) di Indonesia Hanafi Rustandi dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat, menyatakan upah minimum (di Jakarta sebesar Rp1,5 juta per bulan) hanya cukup untuk hidup dua minggu.
Upah sebesar itu, terutama di sektor transportasi, termasuk pelaut di kapal antar-pulau, buruh pelabuhan, dan sopir truk kontainer/trailer.
Pembiaran terhadap kondisi masyarakat tingkat bawah tersebut akan menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial semakin melebar.
Ia menunjuk rencana pembangunan pelabuhan Kalibaru sebagai pengembangan pelabuhan Tanjung Priok dengan perkiraan biaya hampir 2,4 miliar dolar AS. Demikian pula dengan rencana pemerintah untuk membangun pelabuhan lainnya di wilayah Sumatera dan Papua.
"Penambahan fasilitas dan peralatan pelabuhan harus diikuti dengan SDM yang terampil untuk mengoperasikan alat-alat berteknologi tinggi dan terjaminnya kesejahteraan pekerja," ujarnya.
Dengan peningkatan ketrampilan, pekerja pelabuhan dapat menikmati hasil pembangunan infrastruktur dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Upah buruh pelabuhan di Indonesia saat ini terendah di Asia Tenggara. Hanya Rp40.000 sehari dengan 15 jam kerja dalam sebulan," kata Hanafi.
Jika dibandingkan dengan upah minimum buruh pabrik, upah buruh sektor transportasi jauh di bawah.
Standar minimal upah pokok di sektor transportasi seharusnya Rp3,5 juta sebulan, dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak pekerja.(Ant)