Jakarta (ANTARA Jambi) - Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan begitu banyaknya masalah menjelang dan pascapemungutan suara Pemilu Legislatif 2014, menyulitkan panitia pengawas pemilu (panwaslu) memproses pelanggaran.
"Masalah yang terjadi menjelang dan pascapemungutan suara ini jumlahnya tidak terhitung, sehingga akan menyulitkan panitia pengawas pemilu untuk memproses pelanggaran yang terjadi," kata Said Salahudin kepada Antara di Jakarta, Senin (14/4).
Said menjabarkan masalah itu antara lain terjadi pada tingkat sosialisasi pencoblosan yang kurang memadai, manajemen logistik pemilu yang buruk, hingga perihal aktualisasi pemilu.
Pada bagian sosialisasi pencoblosan, menurut Said, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang memberikan pemahaman mengenai tata cara pencoblosan sehingga masih ada masalah "coblos tembus" yang dilakukan para pemilih.
"'Coblos tembus' ini disebabkan pemilih tidak membuka penuh surat suaranya saat mencoblos, sehingga pemilih secara tidak sengaja mencoblos lebih dari satu caleg yang berasal dari partai berbeda. Ini membuat suaranya tidak sah," kata Said.
Pada tahap logistik, ada beberapa TPS yang hanya mengandalkan KTP sebagai persyaratan pemungutan suara, sehingga formulir C6 sebagai undangan resmi pemungutan suara dapat disalahgunakan oknum tertentu.
"Di sisi lain masih ada surat suara yang rusak. Seharusnya percetakan bertanggung jawab atas hal ini dengan memastikan tidak ada surat suara rusak," kata dia.
Sementara pada bagian aktualisasi pemilu, menurut Said, masih ada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memiliki pemahaman rendah terkait sah atau tidaknya pemilihan berlangsung.
"Karena ketidakpahamannya itu maka ketika terjadi perbedaan pendapat saat penghitungan suara dilakukan, KPPS tidak memiliki argumen kuat untuk memutuskan surat suara yang sudah dicoblos sah atau tidak," ujar dia.
Menurut Said, permasalahan itu hanya sebagian kecil dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Masih banyak permasalahan lain yang seharusnya bisa diselesaikan penyelenggara pemilu.
Beberapa permasalahan itu, kata Said, menimbulkan kesemerawutan proses Pemilu Legislatif 2014 yang pada gilirannya membuat panwaslu terlampau sibuk untuk bisa memproses seluruh pelanggaran yang terjadi di lapangan.
Oleh karena itu dia menilai, para calon legislatif atau partai politik tetap berpotensi mengajukan gugatan hasil pemilu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran seluruh pelanggaran dianggap tidak dapat dituntaskan pengawas pemilu.
"Lagi pula gugatan terhadap hasil pemilu itu merupakan hak caleg atau partai politik yang dijamin oleh konstitusi. Asalkan gugatan itu berdasarkan bukti dan memang terbukti dilakukan terstruktur, sistematis dan masif," ujar dia. (Ant)