Ingatannya masih terang, layaknya semua desingan peluru serdadu Belanda itu baru saja berlalu satu hari yang lalu. Tidak ada raut kesedihan di wajahnya, karena semua terbenam dalam senyum yang selalu mengembang.
Semua dimulai pada tahun 1945 di Yogyakarta, saat usia Soerachman bahkan belum menginjak 20 tahun dan dia masih duduk di bangku sekolah setara Sekolah Menengah Pertama saat ini.
"Saya memang muda sekali saat itu, tapi saya tidak pernah takut berperang," katanya.
Akibatnya Soerachman sering membolos, sama seperti kelakuan anak-anak sekolah zaman sekarang. Bedanya, dia meninggalkan pelajaran bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk latihan memegang senjata dan bertempur melawan tentara kolonial.
Bahkan tidak jarang dia berbohong kepada orang tua yang melarangnya berperang. "Mereka bilang ke saya, kamu itu belum bisa pegang bedil aja udah ikut berperang. Padahal saya rutin latihan waktu itu, tapi orang tua saya tidak tahu," tuturnya sembari tertawa mengingat kelicikannya.
Soerachman, yang di masa perang kemerdekaan tergabung dalam Ikatan Pelajar Indonesia, terus bertempur selama empat tahun tanpa henti, tepatnya hingga tahun 1949. Keluar masuk hutan untuk gerilya, kekurangan makanan (hingga harus mengkonsumsi ular liar) hingga merasakan tingginya ketegangan di garis depan dilewatinya dengan gagah berani.
"Tahun 1949, saya berhenti perang karena harus melanjutkan sekolah. Namun pemerintah tetap menganugerahkan saya Bintang Gerilya," ujar Soerachman, yang di masa tuanya sebagai Kepala Biro Nilai Perjuangan Legiun Veteran Republik Indonesia.
Bintang Gerilya, berdasarkan laman resmi Sekretariat Negara Republik Indonesia, dianugerahkan bagi mereka yang berjuang demi mempertahankan kedaulatan NKRI dari Agresi Negara asing dengan cara bergerilya.
Sama seperti Soerachman, seorang veteran lain yang telah berusia 90 tahun, Letnan Dua (Purn) Soepranoto juga menghabiskan masa remajanya di antara seliweran peluru dan dentuman peledak.
Dia memulai "kiprahnya" di dunia tembak-menembak pada tahun 1945, saat usianya baru menginjak 20 tahun, dengan misi melucuti senjata Jepang.
"Saya berperang di daerah Nganjuk, Jawa Timur. Bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat dan pensiun pada tahun 1962 karena cacat," ujarnya dengan kalimat terstruktur rapi.
Soepranoto lalu menarik lengan batiknya dan tampaklah lengan yang tidak sempurna, rusak karena tembakan senjata Belanda. Ketika itu, lanjut dia, dirinya tertembak saat sedang mengarahkan senjata dalam posisi tiarap.
Selama 17 tahun bertempur, dia sudah melewati berbagai macam rintangan dan telah merasakan rasa takut yang sangat. Tetapi tidak pernah terlintas di benaknya untuk berhenti, sampai fisiknya benar-benar tidak bisa lagi dimanfaatkan berperang.
"Saya sudah ditugaskan ke Madiun, Ponorogo dan lain-lain. Saya juga merasakan pernah berjuang bersama pemuda-pemuda yang kini dikenal sebagai pahlawan seperti Sukarni dan Adam Malik," tutur lelaki yang masih menjabat sebagai Ketua Korps Cacat Veteran Republik Indonesia (KCVRI).
Mati
Old soldiers never die, theyre just fade away (Serdadu tua tidak akan pernah mati, mereka hanya menjauh)," kata Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat Douglas MacArthur, pemimpin militer AS paling terkenal dalam sejarah perang modern, pada pidato pensiunnya dari dunia militer di depan Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman dan anggota Kongres pada April 1951.
Seperti itu pula Soerachman, Soerapto dan veteran-veteran lainnya.
Sejak Hari Veteran Nasional ditetapkan pada tahun 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para serdadu tua seperti menemukan kembali jalannya untuk mendekat kembali dengan generasi muda Indonesia.
Walau ada sedikit keganjilan mengapa Hari Veteran Nasional baru resmi ditetapkan pada tahun 2014, padahal Legiun Veteran telah disahkan keberadaannya sejak 2 April 1957 oleh Presiden Sukarno, para pejuang itu tidak pernah mengeluhkan hal tersebut.
"Mengeluh hanya menunjukkan kelemahan jiwa," ujar Soerachman.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan Hari Veteran Nasional diperingati setiap tanggal 10 Agustus, yang merupakan akhir dari Serangan Umum Solo (terjadi pada 7-10 Agustus 1949).
Dalam pertempuran tersebut, prajurit-prajurit Indonesia pimpinan Letnan Kolonel Slamet Riyadi berhasil memaksa Belanda melakukan gencatan senjata, yang ditandantangani pada 12 Agustus 1949.
Pada perayaan Hari Veteran Nasional ke-2, yang acara puncaknya diadakan pada 11 Agustus 2015 di Jakarta Convention Center, para veteran pun menyampaikan "unek-unek"nya tentang Indonesia.
Satu yang paling penting adalah tentang amandemen atau pengubahan Undang-Undang Dasar 1945, yang dilakukan sebanyak empat kali sejak tahun 1999 hingga 2002, mereka anggap harus dilakukan melalui referendum atau pemungutan suara.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Legiun Veteran Indonesia Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin mengatakan seharusnya perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan melalui referendum (pemungutan suara), bukan hasil musyawarah segelintir orang.
"Perubahan UUD 1945 tidak bisa dilakukan di ruangan tertutup, tetapi harus persetujuan rakyat, melalui sebuah referendum nasional untuk amandemen UUD 1945," ujar Rais Abin dalam Peringatan Hari Veteran Nasional tahun 2015 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa.
Rais melanjutkan para veteran menyesalkan sikap pemerintah yang pada tahun 1999 mulai melakukan perombakan UUD 1945, yang merupakan hasil pemikiran para pendiri bangsa.
"Kami tidak meragukan itikad baik amandemen, tapi UUD 1945 yang asli adalah ciptaan agung pendiri bangsa yang harus dihormati," kata Panglima pasukan perdamaian PBB United Nations Emergency Forces (UNEF) II pada tahun 1976-1979 yang bertugas menjaga perdamaian antara Mesir dan Israel ini.
Para veteran, lanjut Sekretaris Jenderal KTT Non Blok Periode 1992-1991 tersebut, akan terus mendesak pemerintah untuk mengkaji kembali amandemen UUD 1945, yang telah dilakukan sebanyak empat kali sejak tahun 1999.
"Selama masih hidup, kami akan terus mendesak agar UUD 1945 versi saat ini dikaji ulang. Mudah2an ini bisa terlaksana dengan dukungan rakyat," tutur Rais.
Selain itu, pejuang-pejuang ini juga mengingatkan bahaya narkoba. Veteran pembela kemerdekaan yang juga Ketua Umum Korps Cacat Veteran Republik Indonesia (KCVRI) Letnan Dua (Purn) Soepranoto mengatakan narkoba dapat melemahkan semangat perjuangan generasi muda.
Dampak narkoba, ujar dia, sama dengan candu yang lazim dikonsumsi pada masa-masa memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
"Candu saat itu dipakai untuk bersenang-senang. Ini dimanfaatkan Belanda dalam melakukan penjajahan, yaitu untuk menghilangkan pemikiran merdeka dari kalangan pemuda," ujar Soepranoto.
Perhatian pemerintah
Pemerintah Indonesia terus mencoba memperhatikan nasib para veteran, khususnya yang mengalami kecacatan akibat perang.
Saat acara puncak perayaan Hari Veteran Nasional, Kementerian Sosial Republik Indonesia memberikan bantuan kepada para veteran militer berkebutuhan khusus berupa kaki dan tangan palsu, kursi roda, alat bantu dengar serta kaca mata baca.
Bantuan ini langsung diberikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan diterima oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia Letjen TNI Purn. Rais Abin saat acara puncak Hari Veteran Nasional di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa.
Khofifah mengatakan, bantuan tersebut akan dibagikan setelah ada proses pengukuran tubuh veteran untuk kaki dan tangan palsu serta kursi roda dan "medical check up" untuk menyesesuaikan alat bantu dengar serta kaca mata.
Selain itu, menurut Direktur Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial Kemensos Andi Hanindito, pihaknya melalui Dinas-dinas Sosial di daerah berjanji akan melakukan "jemput bola" jika veteran perang republik tidak memiliki akses atau kondisi tubuh tidak memungkinkannya untuk berjalan.
"Yang penting memberikan alamat yang jelas. Kalau tidak bisa jalan atau tidak ada akses tim kami akan jemput bola," ujar Andi.
Ada pun para veteran yang ingin mendapatkan bantuan Kemensos dapat menghubungi LVRI dan dinas sosial di daerah masing-masing. Bantuan ini, lanjut Andi, juga berlaku untuk veteran yang tidak tercatat di lembaga resmi seperti LVRI.
"Silahkan datang ke dinas sosial terdekat. Kalau kesulitan mendapatkan bantuan di dinas sosial ataupun LVRI daerah, bisa langsung buat permohonan ke LVRI dan Kemensos," tuturnya.
Tetapi di balik itu semua, pemerintah masih perlu meningkatkan tunjangan veteran yang masih paling banyak Rp1,6 juta per bulan, sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Veteran Republik Indonesia.
Menurut Kepala Biro Nilai Perjuangan Legiun Veteran Republik Indonesia Soerachman, angka tersebut masih kurang.
"Sebenarnya kesejahteraan veteran perlu ditingkatkan, tetapi semua kami serahkan kepada pemerintah. Perjuangan para veteran untuk negara tulus dan karena itu kami tidak akan pernah meminta-minta," tutur Soerachman.