Jakarta (ANTARA Jambi) - Generasi muda Indonesia khususnya yang
memiliki usia produktif terancam bahaya rokok, kata pengamat ekonomi
Emil Salim.
Puncak usia perokok dini dimulai pada umur 15-19
tahun, dan generasi tersebut nantinya akan menjadi penopang ekonomi dan
sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2045 mendatang.
"Generasi produktif harus ditingkatkan kualitas intelektualitas
dan kesehatan jasmani rohani untuk membawa Indonesia lepas landas pada
2045. sementara puncak usia perokok dini pada umur 15-19 tahun, untuk
laki-laki mencapai 57,3 persen," kata Emil dalam diskusi "Ekonomi
Indonesia dalam Bahaya Rokok" di Jakarta, Kamis.
Menurut Emil, Indonesia akan memiliki bonus demografi pada 2045.
Jumlah usia produktif pada tahun itu lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah usia non produktif yang harus ditanggung. Namun, apabila bonus
tersebut diselimuti oleh bahaya rokok, maka ekonomi Indonesia juga akan
terancam.
Emil menjelaskan, beberapa langkah sudah diambil oleh pemerintah
untuk menurunkan jumlah prevalensi perokok di Indonesia melalui
Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam aturan tersebut, lanjut Emil, salah satu sasaran pembangunan
kesehatan adalah menurunkan prevalensi penduduk usia 18 tahun ke bawah
dari 7,2 pada tahun 2013 ke sasaran 5,4 pada 2019 atau penurunan
sebesar 25 persen dalam lima tahun.
"Kebijakan Menteri Perindustrian bertentangan dengan kebijakan
Presiden yang mau menurunkan prevalensi rokok generasi di bawah 18
tahun," ujar Emil.
Menurut Emil, beberapa keganjilan dalam aturan tersebut antara
lain adalah rokok kretek dijadikan sebagai produk warisan budaya bangsa,
namun tidak menyinggung dampak negatif dari rokok tersebut.
Pada peta jalan industri rokok pada Kementerian Perindustrian,
produksi sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya mengalami kenaikan
di bawah satu persen. Pada tahun 2015 tercatat produksi mencapai 77
miliar batang, sementara pada tahun 2020 diproyeksi naik menjadi 77,5
miliar batang.
Sementara untuk sigaret kretek mild (SKM Mild) atau produksi
rokok kretek yang menggunakan mesin atau mekanisasi dan tidak menyerap
tenaga kerja cukup tinggi, pada tahun 2015 jumlah produksi mencapai
161,8 miliar batang, dan pada 2020 diperkirakan mencapai 306,2 miliar
batang.
"Sigaret kretek mild naik hampir 100 persen, dengan kadar nikotin
yang mild atau relatif rendah digemari oleh perokok muda," kata Emil.
Emil menambahkan, jika dilihat dari jumlah tenaga kerja pada
industri pengolahan tembakau mengalami penurunan sebesar 17 persen,
tercatat dari tahun 2008 sebanyak 346.042 jiwa menjadi 281.571 jiwa.
Penurunan tersebut akibat dari industri pengolahan tembakau yang padat
karya beralih ke sistem mekanisasi mesin dalam berproduksi.
"Jumlah perokok bertambah, akan tetapi jumlah pekerja tidak
mengalami pertambahan karena perubahan ke sistem mekanisasi," ujar Emil.
Emil Salim nyatakan generasi produktif Indonesia terancam bahaya rokok
Kamis, 14 April 2016 15:11 WIB
......Generasi produktif harus ditingkatkan kualitas intelektualitas dan kesehatan jasmani rohani untuk membawa Indonesia lepas landas pada 2045......