Jakarta (ANTARA Jambi) - Analis terorisme dan intelijen dari
Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengingatkan agar aparat keamanan
mewaspadai ancaman teror di dalam Kota Poso, Sulawesi Tengah, setelah
beredar kabar tewasnya pimpinan kelompok teror Santoso dalam Operasi
Tinombala.
Jika benar Santoso tewas, ancaman teror di dalam kota akan meningkat.
Ada retaliasi atau pembalasan dendam, ini harus jadi kewaspadaan
aparat," ujar Ridlwan di Jakarta, Selasa.
Aparat gabungan dalam Operasi Tinombala dikabarkan berhasil menembak
mati pimpinan teroris di hutan Poso, yang belakangan menyatakan diri
bergabung dengan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yakni
Santoso, Senin.
Buronan sejak tahun 2011 ini diduga tewas bersama seorang anggota
kelompoknya. Sedangkan dua perempuan yang bersamanya melarikan diri.
"Jika benar itu Santoso, ini sebuah keberhasilan operasi counter gerilya oleh Polri dan TNI," ujar Ridlwan.
Operasi counter gerilya dilakukan dengan cara menyekat pergerakan
kelompok Santoso. Mereka didesak mundur ke wilayah yang vegetasi
hutannya lebat dan sulit bahan makanan.
"Karena didesak ke wilayah sulit bahan makanan maka mereka putus asa.
Akhirnya keluar hutan, ke pinggiran, maka bisa diserang oleh pasukan
Kostrad," jelas alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.
Ridlwan memperkirakan sisa anggota kelompok Santoso di dalam hutan Poso
akan menyerah. Dua tokoh lain di dalam kelompok Santoso yakni Basri dan
Ali Kalora diperkirakan akan turun gunung.
"Anggota yang lain juga akan menyerah karena mereka kehilangan figur
pemimpin. Selama ini mereka bertahan karena takut dengan Santoso," kata
Ridlwan.
Sementara itu terkait kabar adanya dua wanita yang berhasil lolos,
Ridlwan menduga mereka adalah istri Santoso dan istri Ali Kalora
Waspadai ancaman teror dalam Kota Poso
Selasa, 19 Juli 2016 13:03 WIB