Jakarta (ANTARA) - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menilai bahwa hilirisasi produk sawit atau tandan buah segar (TBS) sawit penting dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor, mengingat komoditas ini menjadi andalan ekspor Indonesia.
“Semakin hilir, nilai tambahnya semakin besar sehingga jika diekspor akan mendatangkan devisa yang lebih besar,” kata Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta di Jakarta, Jumat.
Arif memaparkan komoditas sawit memiliki potensi yang sangat besar sebagai sebuah bahan baku industri dan diolah untuk menjadi produk-produk industri.
Margarin, salah satu produk turunan sawit, berkontribusi 0,48 persen saja dari total ekspor Indonesia pada 2018.
KEIN mengestimasi nilai tambah produk turunan kelapa sawit saat harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) 1.168 dolar AS per ton, di antaranya produk margarin yang memiliki nilai tambah 48 persen menjadi 1.732 dolar AS per ton.
Selain itu, produk turunan CPO lainnya yakni surfaktan memiliki nilai tambah 366 persen menjadi 5.450 dolar AS per ton. Sementara contoh produk yang paling hilir yakni kosmetik, memiliki nilai tambah 522 persen dengan harga 8,230 dolar AS per ton.
“Kalau kita lihat, ekspor sawit tiga tahun terakhir volumenya meningkat 13,07 persen, tapi dari sisi nilai turun 8,54 persen. Penyebabnya adalah tren harga komoditas yang turun,” ungkap Arif.
Karena itu, Arif berharap pemerintah fokus melakukan hilirisasi industri produk sawit, sehingga nilai ekspor produk unggulan ini semakin tinggi, sehingga mampu mempersempit neraca perdagangan Indonesia.