Jambi (ANTARA) - Terpidana kasus revalitalisasi Asrama Haji Jambi yang juga mantan Kakanwil Kemenag Provinsi Jambi Thahir Rahman akan segara melayangkan Peninjauan kembali (PK) atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi.
Penasehat hukum Thahir, Duen Sasberi saat dikonfirmasi, Senin, menyatakan bahwa berkas memori PK telah selesai dan siap di kirimkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jambi dan dalam minggu ini akan kita kirim berkas itu.
Dalam berkas itu Duen menjelaskan ada tiga alat bukti yang baru dan akan diajukan sebagai PK, yakni bukti itu berkaitan dengan hukuman yang diberikan oleh majelis hakim PN Jambi yang diketuai aan menyidangkannya yakni Erika Sari Ginting.
"Di persidangan lalu ada pengakuan dari saksi, bahwa pak Thahir menerima uang, tetapi itu hanya pengakuan saja dan belum bisa dibuktikan secara tertulis, apalagi pula saksi Jhon juga mengaku tidak mengirimkan atau memberi uang kepada klien saya dan atas dasar itu kami penasehat hukum mengupayakan PK,' kata Duen Sasberi.
Untuk dua alat bukti lainnya lagi, pria yang akrab di sapa Duen itu enggan memaparkannya dan akan dibuktikan pada persidangan PK besok karena tidak mungkin disebutkan semua bukti barunya.
Sebelumnya pada proses persidangan pertama di Pengadilan Negeri Jambi, terdakwa Thahir Rahman di vonis bersalah atas kasus korupsi revalitalisasi asrama haji yang merugikan negara sebesar Rp11,7 miliar dengan hukuman kurungan penjara selama lima tahun 10 bualan penjara, denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan penjara.
Thahir juga di bebankan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp1,075 miliar subsidar satu tahun enam bulan penjara. Dalam amar putusan majelis hakim, Thahir dinilai telah memerintahkan Eko Dian selaku Ketua Pokja untuk memenangkan PT GKN cabang Banten dalam proses lelang Proyek pembangunan asrama haji.
"Tidak hanya itu, mantan Kemenag Provinsi Jambi itu terbukti melakukan tindakan yang merugikan negara untuk memperkaya diri sendiri, perorangan ataupun korporsi, sehingga perbuatanya patut dinilai sebagai tindakan melawan hukum sebagaimana Pasal 3 ayat 1 Undang Undang No 20 tahun 2001 atas perubahan Undang Undang no 31 tahun 1999 tentang pembemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," katanya.