Jakarta (ANTARA) - Jaminan perlindungan terhadap tenaga medis di garda depan penanganan Covid-19 terus diingatkan berbagai pihak kepada pemerintah.
Dokter paru Rumah Sakit (RS) Persahabatan dr. Andika Chandra Putra, Sp.P, Ph.D mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan perlindungan terhadap para tenaga medis, terutama tenaga medis yang langsung menangani penyakit COVID-19, guna mengurangi paparan penyakit tersebut sehingga kasus meninggal pada tenaga medis dapat terus dikurangi.
"Jadi pemerintah, termasuk rumah sakit juga, perlu terus meningkatkan proteksi untuk dokter dan tenaga kesehatannya agar tidak terpapar," kata Andika melalui sambungan telepon dengan ANTARA, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa kehilangan satu tenaga medis merupakan kehilangan yang sangat besar dan menjadi duka bagi semua karena juga akan memperlambat penanganan wabah COVID-19.
Untuk itu, diperlukan upaya dari pemerintah, rumah sakit dan seluruh masyarakat untuk mengurangi tingginya risiko paparan terhadap para tenaga medis dari penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 tersebut.
Andika mengatakan upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para tenaga medis antara lain dengan membuat skema yang memungkinkan lebih banyak dokter bisa turut serta menangani penyakit COVID-19 sehingga kapasitas tenaga medis yang menangani penyakit itu bisa terus ditingkatkan.
Kemudian, bagi rumah sakit, terutama rumah sakit khusus rujukan COVID-19 juga didorong untuk membuat skema jadwal yang memungkinkan para tenaga medis memiliki waktu istirahat lebih banyak guna mengurangi intensitas paparan dan mengatasi kejenuhan sehingga mereka bisa memulihkan energi dan daya tahan tubuh.
"Misalnya dokter parunya atau dokter yang lain, jadwal untuk merawat pasien COVID-19 itu bisa dikurangi. Selain untuk mengurangi paparan, sejak Maret ini yang kita hadapi COVID-19 terus. Bagi sebagian dokter ini jenuh banget, sehingga menimbulkan stres juga bagi dokter," katanya.
Terlebih lagi di rumah sakit-rumah sakit yang memiliki sedikit tenaga medis yang khusus menangani COVID-19, risiko paparan para tenaga medis tersebut menjadi semakin besar karena harus bahu membahu menangani pasien COVID-19.
Oleh karena itu, waktu istirahat bagi para tenaga medis tersebut perlu ditambah sehingga risiko paparan dari COVID-19 juga dapat berkurang.
Kemudian, selain perlu meningkatkan jumlah tenaga medis yang COVID-19 dan perlunya waktu istirahat bagi mereka, Andika mengatakan bahwa kecukupan alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga medis tersebut juga sangat dibutuhkan.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah dan juga semua pihak untuk memastikan ketersediaan APD di rumah sakit benar-benar tercukupi.
"Jadi alat APD memang harus tercukupi. Sehingga kalau misalnya alat proteksinya enggak cukup tentu meningkatkan risiko dokter terhadap paparan," katanya.
Ia mengaku ketersediaan APD tersebut lambat laun semakin menipis seiring dengan makin banyaknya pasien COVID-19 yang harus ditangani sementara donasi APD semakin menurun.
"Jadi menurut saya sebagian besar rumah sakit APD-nya pun menipis. Bahkan ada rumah sakit di daerah yang untuk mendapatkan masker N95 itu sangat susah," ujar dia.
Andika mengatakan sebenarnya ada banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko paparan COVID-19 terhadap para tenaga medis. Mulai dari ketersediaan APD, kemampuan skrining di banyak rumah sakit, di samping juga penyakit COVID-19 itu sendiri yang hari demi hari menimbulkan gejala yang semakin bervariasi dan semakin sulit diidentifikasi sehingga menurunkan kewaspadaan para tenaga medis dan juga masyarakat.
Oleh karena itu, ia mendorong kepada seluruh masyarakat untuk terus menjaga kesehatan dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang dibutuhkan agar terhindar dari COVID-19 sehingga kapasitas pelayanan dan penanganan penyakit itu dapat terus dikendalikan dan pada akhirnya risiko para tenaga medis untuk terpapar penyakit tersebut juga dapat terus berkurang.*