New York (ANTARA) - Harga minyak memperpanjang kenaikan dengan melonjak hampir dua persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah lebih banyak negara bagian AS mengurangi penguncian (Lockdown) dan Uni Eropa berusaha menarik wisatawan, meskipun melonjaknya kasus COVID-19 di India membatasi kenaikan.
Kontrak berjangka menguat dalam perdagangan pasca penyelesaian setelah American Petroleum Institute memperkirakan persediaan minyak mentah AS turun lebih dari yang diperkirakan, menurut para pedagang.
"Pasar optimis menjelang hari-hari mendatang, didorong oleh pergerakan penerbangan antara AS dan Eropa," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago. Permintaan bahan bakar diesel, termasuk jet, menderita selama pandemi, membebani pasar minyak global.
Harga didukung oleh prospek kenaikan permintaan bahan bakar karena negara bagian New York, New Jersey dan Connecticut berupaya meredakan pandemi dan rencana Uni Eropa untuk terbuka bagi pengunjung asing yang telah divaksinasi, kata para analis.
"Kekuatan pasar saham kemarin diikuti sampai pagi ini di pasar minyak ... pasar berfokus pada peluncuran program vaksin yang berhasil di AS dan di negara maju lainnya dan bukan pada kehancuran di India dan Brazil."
Pedagang melihat tanda-tanda lebih lanjut dari meningkatnya permintaan minyak mentah AS dalam data persediaan API yang dikeluarkan Selasa (4/5/2021) sore. Stok minyak mentah turun 7,7 juta barel dalam pekan yang berakhir 30 April. Persediaan bensin turun 5,3 juta barel dan stok distilasi turun 3,5 juta barel, data menunjukkan, menurut sumber.
Statistik mingguan resmi Badan Informasi Energi AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat
Lima analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata persediaan minyak mentah AS turun 2,2 juta barel dalam sepekan hingga 30 April. Persediaan minyak naik dalam dua pekan sebelumnya.
Tingkat pemanfaatan kilang diperkirakan meningkat 0,5 persen poin minggu lalu, dari 85,4 persen dari total kapasitas pada pekan yang berakhir 23 April, jajak pendapat menunjukkan.
Dolar yang lebih lemah, terpukul oleh perlambatan tak terduga dalam pertumbuhan manufaktur AS, juga membantu menopang harga minyak pada Selasa (4/5/2021). Dolar yang lebih rendah membuat minyak lebih menarik bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
Di India, jumlah total infeksi melampaui 20 juta setelah negara itu kembali mencatatkan lebih dari 300.000 kasus baru, yang diperkirakan akan memukul permintaan bahan bakar di negara terpadat kedua di dunia itu.
"Perkiraan permintaan yang kuat untuk paruh kedua 2021 memberikan kursi bullish bagi pedagang untuk mendorong reli, tidak membiarkan reaksi harga negatif yang kuat berlarut-larut, bahkan pada saat krisis, seperti yang baru-baru ini terjadi di India," kata Rystad Analis energi Louise Dickson.
"Faktanya, melihat keseimbangan sedang bergerak ke depan, harga kemungkinan akan naik lagi menjadi sekitar 70 dolar AS per barel dalam beberapa bulan mendatang, kecuali kita melihat perubahan kebijakan lain oleh OPEC+."