Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berharap revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua harus menghadirkan jawaban dan memberikan alternatif solusi yang dibutuhkan agar bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang belum tuntas tersebut.
"Evaluasi secara periodik terhadap implementasi UU Otsus sangat penting seperti yang diamanatkan Pasal 78 UU tersebut. Melalui evaluasi, kita dapat mengukur efektivitas, akuntabilitas, output dan yang jauh lebih penting adalah, apakah sudah benar-benar memberikan dampak yang optimal bagi kehidupan masyarakat Papua dan Papua Barat selaku penerima manfaat," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta.
Hal itu dikatakannya Bamsoet saat menerima delegasi pemerintah provinsi Papua dengan Pimpinan FOR Papua MPR RI, secara virtual, Kamis.
Dia menilai percepatan infrastruktur, upaya mendorong investasi, pembukaan kawasan industri dan berbagai pembangunan yang bersifat fisik-material hanya sebagian elemen saja.
Karena menurut dia, pembangunan tidak boleh melupakan subjek dan obyek dari pembangunan itu sendiri, yaitu sumber daya manusia.
"Menjadi tugas kita bersama untuk mengupayakan agar revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, benar-benar merepresentasikan keberpihakan segenap pemangku kepentingan," ujarnya.
Dia mengingatkan, pembangunan merupakan proses berkesinambungan karena hakekat pembangunan harus bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Selain itu menurut dia, pembangunan juga harus memajukan dan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia termasuk rakyat di Papua dan Papua Barat, adalah amanat Konstitusi, yang harus diwujudkan melalui usaha bersama.
Bamsoet mengungkapkan berdasarkan data Kementerian Keuangan, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (2002-2021), dana otonomi khusus (Otsus) dan dana tambahan infrastruktur (DTI) yang disalurkan pemerintah pusat untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp138,65 trliun.
"Sedangkan pada 2005-2021, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) ke Provinsi Papua dan Papua Barat mencapai Rp702,3 triliun," katanya.
Menurut dia, di satu sisi, besarnya anggaran tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah pusat untuk membangun Papua dan Papua Barat.
Dia menilai, di sisi lain, besarnya anggaran juga harus diimbangi dengan proses monitoring dan evaluasi yang terukur, sehingga nilai kemanfaatan dari besarnya anggaran bisa bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, merujuk paparan delegasi Pemerintah Provinsi Papua yang diterima Pimpinan FOR PAPUA MPR pada 20 Mei 2021, terlihat beberapa catatan keberhasilan dari pemberlakuan kebijakan Otsus di tanah Papua.
"Antara lain meningkatnya pertumbuhan daerah otonomi baru, pembangunan infrastruktur yang meningkat signifikan dan lahirnya berbagai kebijakan yang bermanfaat dan memberi dampak positif pada sektor ekonomi kerakyatan dan pembangunan wilayah," tutur-nya.
Bamsoet menilai, dibalik berbagai capaian tersebut, masih ada beberapa "pekerjaan rumah" yang belum dituntaskan, berdasarkan data BPS yang dirilis pada Februari 2021, Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan dua provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi yaitu sebesar 26,8 persen dan 21,7 persen.
Selain itu menurut dia, persoalan pemerataan pembangunan yang belum optimal, tingkat pendapatan orang asli Papua yang masih rendah, serta keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan.
Dalam acara tersebut juga dihadiri Wakil Ketua MPR RI Syarif Hasan, Ketua FOR Papua MPR sekaligus Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, Anggota FOR Papua MPR RI sekaligus anggota Komisi X DPR RI Robert Kardinal dan Rico Sia.
Selain itu juga hadir Sekretaris Daerah Provinsi Papua Dance Yulian Flassy, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, dan Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib.
Ketua MPR minta revisi UU Otsus harus beri solusi alternatif
Jumat, 11 Juni 2021 5:53 WIB