Jambi (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi menggunakan pendekatan musyawarah secara adat untuk menyelesaikan konflik lahan di daerah itu.
"Kita sudah membentuk pansus konflik lahan dan pendekatan penyelesaiannya menggunakan musyawarah secara adat, politik, dan terakhir baru pendekatan secara hukum," kata Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto di Jambi, Selasa.
Penyelesaian konflik lahan penting dilakukan karena menyangkut kepentingan masyarakat umum. Maka dari itu, penting menggunakan pendekatan secara adat agar penyelesaian konflik lahan dapat dilakukan dengan baik.
Ia menjelaskan penyelesaian konflik lahan melalui Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi mendapatkan tanggapan positif dari Komisi IV DPR, di mana pendekatan tersebut akan menjadi salah satu percontohan penyelesaian konflik lahan secara nasional.
Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi telah melakukan identifikasi terhadap laporan dan usulan konflik lahan yang segera diselesaikan. Identifikasi tersebut dilakukan untuk merumuskan tipologi dan konflik lahan, yang dikelompokkan ke dalam konflik lahan dengan kadar berat, sedang, dan ringan,
Melalui Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi ada 21 kasus konflik lahan yang direkomendasikan kepada eksekutif untuk segera diselesaikan. Sebagian besar kewenangan penyelesaian konflik lahan tersebut berada pada pemerintah pusat.
"Dari 107 aduan, ada 21 konflik lahan yang memenuhi syarat untuk segera ditindaklanjuti, melalui Komisi IV DPR RI konflik lahan tersebut bisa menjadi prioritas penyelesaian di pemerintah pusat," kata dia.
Pada 25 April 2022, DPRD Provinsi Jambi akan melakukan rapat paripurna terkait usulan konflik lahan yang harus segera ditindaklanjuti oleh eksekutif. Usulan tersebut juga akan disampaikan kepada Komisi IV DPR karena kewenangan penyelesaian konflik lahan tersebut berada pada pemerintah pusat.
"Kita siap menjadi informan dalam penyelesaian konflik lahan ini, jika sudah berada di Komisi IV DPR RI tentu lebih memiliki kekuatan untuk menjadi prioritas penyelesaian," kata Edi Purwanto.