Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 mendorong pembuatan kebijakan moneter yang terintegrasi dalam pertemuan kedua di Washington DC.
Kebijakan moneter yang terintegrasi diperlukan terutama oleh negara berkembang agar lebih siap menghadapi dampak percepatan normalisasi kebijakan beberapa bank sentral dan peningkatan inflasi karena perang di Ukraina.
G20 memandang IMF dan BIS (Bank for International Settlement) juga perlu bekerja bersama untuk membahas dan merumuskan kebijakan moneter dengan mempertimbangkan stabilitas keuangan, karena arus modal tidak hanya berdampak pada stabilitas moneter tetapi juga pada stabilitas sistem keuangan.
Bank sentral negara-negara anggota G20 yang hendak menormalisasi kebijakan moneter diharapkan melakukannya secara terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik, sehingga negara lain dapat mengantisipasi dampak kebijakan tersebut.
Negara-negara G20 juga berencana memberikan bantuan dan fasilitasi bagi negara-negara anggota, terutama negara-negara yang kurang berkembang, melalui inisiatif perumusan Resilience and Sustainability Trust (RST) Fund.
"Krisis seperti pandemi ini mungkin berulang di masa yang akan datang sehingga diperlukan persiapan yang lebih baik, termasuk untuk negara berkembang yang paling terdampak krisis," katanya.
Negara anggota G20 juga memahami perlunya meningkatkan quota-based IMF yang sedang dibahas dengan semakin intens.
"Semoga ada kesepahaman pada tinjauan umum kuota ke-16 pada 15 Desember 2023 dimana IMF sebagai lembaga berbasis kuota dapat membantu negara-negara anggota dengan lebih baik dalam tantangan yang sulit ini," ucapnya.
Baca juga: BI: G20 dorong bank sentral buat kebijakan terkalibrasi dan terencana
Baca juga: IMF pangkas perkiraan pertumbuhan global, karena perang Rusia-Ukraina
Baca juga: Minyak anjlok 5 persen setelah IMF pangkas prospek pertumbuhan