Jambi (ANTARA) - Program pengintegrasian kelembagaan pemerintahan (desa) menjadi salah satu program dari Forum Kemitraan Pemberdayaan Suku Anak Dalam (FKPSAD) agar mendapatkan akses dokumen kependudukan.
"Forum akan melakukan koordinasi dengan peserta forum ini untuk memperkuat program pemberdayaan orang rimba. Peserta akan lakukan pertemuan dalam waktu dekat," kata Koordinator Forum Pemberdayaan SAD Budi Setiawan kepada ANTARA di Jambi, Senin.
Ia menyebutkan, kondisi pandemi COVID-19 yang terus membaik akan berpengaruh terhadap akselerasi program kegiatan pemberdayaan. Meski tetap melakukan kampanye pencegahan COVID-19 melalui protokol kesehatan dan kampanye Pola Hidup Sehat dan Bersih (PHBS) bagi warga SAD.
Menurut Budi, forum ini akan mensinergikan berbagai program untuk pemberdayaan SAD, tentunya melalui program yang prioritas dan sifatnya berkelanjutan.
Selain akan medorong pengintegrasian dengan kelembagaan pemerintah, garapan lainnya yakni akses pangan dan akses mata pencaharian bagi orang rimba, pengembangan usaha atau UMKM bagi produk khas orang rimba serta identifikasi tapak keluarga.
Disamping itu, kata Budi, forum juga akan melakukan evaluasi atas kegiatan dan program yang sudah dilaksanakan juga memperkuat akselerasi kegiatan pemberdayaan yang akan diperkuat ke depannya.
"Pengintegrasian kelembagaan pemerintah ini sangat perlu untuk memberikan akses kependudukan bagi mereka. Lokasi dan kelompok diupayakan untuk menjadi Rukun Tetangga yang menjadi bagian dari pemerintahan desa setempat, semoga ini bisa menjadi solusi ke depannya," kata Budi.
Hal itu akan dilakukan melalui sinergi dengan program pemerintahan daerah. Dokumen kependudukan menjadi suousi bagi orang rimba untuk bisa mengakses program pemerintah untuk kesejahteraan dan bantuan.
Integrasi kelembagaan pemerintah juga disinergikan dengan kegiatan identifikasi tapak keluarga orang rimba. Yang mana lokasi tempat tinggal mereka sudah mulai menetap dan menjalani kehidupan dengan bercocok tanam.
"Dalam beberapa tahun terakhir ini sudah banyak kemajuan, terutama dalam akses pangan dan penghasilan. Mereka sudah ada bercocok tanam, berinteraksi jual beli dengan warga, meski berburu masih menjadi bagian yang mereka andalkan," kata Budi yang juga Ketua Yayasan Prakarsa Madani itu.
Ia mengakui, hasil berburu warga SAD makin berkurang dan jarak dan waktu tempuh lokasi perburuan juga semakin jauh dan memakan waktu lama.
"Ya salah satu yang menjadi permasalahan adalah lokasi perburuan mereka yang semakin jauh dari lokasi mereka tinggal. Kadang berburu mereka butuh seminggu atau lebih karena aksesnya jauh, sehingga mereka juga didorong untuk bercocok tanam dan hasilnya bisa dikonsumsi serta untuk dijual," katanya.
Kolaborasi dengan institusi dan dunia usaha juga selama ini sudah bergulir melalui program kemitraan, pendampingan maupun CSR perusahaan untuk pemberdayaan orang rimba.
"Contohnya PT SAL, mereka memberikan program tanggung jawab sosialnya melalui pendampingan UMKM, bantuan untuk kesejahteraan, pendidikan, kesehatan serta lainnya. Pemerintah juga banyak sudah masuk, juga lembaga pemberdayaan lainnya. Melalui Forum Kemitraan ini kita koordinasikan dan selaraskan agar program efektif dan berkelanjutan," kata Budi.
Selain itu, forum juga akan mendorong program perhutanan sosial bekerja sama dengan TNBD dan perusahaan pemegang HGU yang lahannya sudah tidak dimanfaatkan.
"Perhutanan sosial juga akan menjadi salah satu bagian dan program untuk pemberdayaan bagi orang rimba. Kita akan perkuat ke depannya. Karena itu merupakan salah satu bagian dari pemberdayaan bagi mereka," kata Koordinator Forum Kemitraan Pemberdayaan SAD itu menambahkan.
Forum Kemitraan Pemberdayaan SAD dorong pengintegrasian lembaga pemerintahan
Senin, 30 Mei 2022 7:53 WIB