Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong dan berharap norma penyiksaan dimasukkan ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dorongan tersebut disampaikannya guna menghentikan praktik-praktik penganiayaan yang dilakukan oleh oknum penyelenggara negara, aparatur negara dan pejabat publik.
Pemerintah, kata Nasution, khususnya Presiden Jokowi jika meratifikasi optional protocol to the convention against torture (OPCAT) merupakan legasi yang bagus.
"Kalau ini terjadi, sungguh legasi yang baik," kata dia.
Selain itu, LPSK juga mendorong aparat penegak hukum agar mengintensifkan koordinasi untuk menyamakan perspektif dan paradigma bahwa tindak pidana penyiksaan berbeda dengan kekerasan.
Sosialisasi dan edukasi juga harus terus dilakukan kepada masyarakat agar mereka berani melapor apabila menjadi korban atau sebagai saksi kasus penyiksaan.
"Siapa pun yang berani melapor, laporannya akan diproses secara transparan dan berkeadilan," ujarnya.
Dorongan tersebut disampaikan LPSK karena hingga kini masih banyak dijumpai paradigma aparat penegak hukum yang berusaha mengejar pengakuan tersangka semata sehingga mengedepankan kekerasan.
"Karena miskin metodologi, kadang mengedepankan kekerasan. Padahal, dalam paradigma baru hukum pidana, pengakuan itu bukan segala-galanya," jelas dia.
Tidak hanya itu, Nasution mengatakan juga masih ada aparat penegak hukum yang menganggap bahwa kalau tersangka/terpidana disiksa adalah hal yang wajar karena menganggap mereka orang jahat.
"Ini paradigma keliru. Kalaupun mereka salah, mereka sedang mempertanggungjawabkannya secara hukum," tegas dia.