Singapura (ANTARA) - Harga minyak memperpanjang kerugian di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, setelah OPEC memangkas perkiraan permintaan global 2022, sementara meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di China mengaburkan prospek konsumsi bahan bakar di negara pengimpor minyak mentah utama dunia itu.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 56 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 85,31 dolar AS per barel, setelah jatuh 3,5 persen di sesi sebelumnya.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global 2022 untuk kelima kalinya sejak April, mengutip meningkatnya tantangan ekonomi termasuk inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.
Ini terjadi setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Minggu (13/11/2022) bahwa prospek ekonomi global menjadi lebih suram daripada yang diproyeksikan bulan lalu, mengutip survei manajer pembelian yang terus memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu meskipun investor menyambut baik pengumuman China minggu lalu yang akan mengurangi dampak kebijakan nol-COVID yang ketat untuk memacu aktivitas ekonomi dan permintaan energi, analis ANZ mengatakan lonjakan jumlah kasus terus menjadi risiko utama penurunan.
"Pasar saat ini menentang risiko pasokan yang membayangi, meskipun ekspektasi bahwa penurunan permintaan terbaru dapat menjadi pasokan negatif untuk produksi minyak OPEC," kata para analis, mengacu pada sanksi Uni Eropa yang akan segera terjadi pada ekspor minyak Rusia.
Di tempat lain, produksi minyak di Permian Basin akan mencapai rekor lain 5,499 juta barel per hari (bph) pada Desember, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan produktivitas bulanannya pada Senin (14/11/2022).
Namun, wilayah serpih yang menua menunjukkan produksi per sumur yang lebih lemah, menyebabkan produksi minyak mentah AS secara keseluruhan di wilayah-wilayah serpih naik hanya 91.000 bph menjadi 9,191 juta bph pada Desember, meskipun ada lonjakan harga, kata EIA.