Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebutkan bahwa potensi wisata halal dan wisata kesehatan Indonesia sangat besar, sehingga dibutuhkan kajian yang komprehensif untuk memaksimalkan pengembangannya.
Vinsen menyampaikan hal itu saat Rapat Dengar Pendapat antara Eselon I Kemenparekraf dengan Anggota Komisi X DPR RI tentang Pendalaman Naskah Akademik dan Draf Rancangan Undang-undang tentang Kepariwisataan yang dipimpin Sekretaris Kemenparekraf/ Sekretaris Utama Baparekraf Ni Wayan Giri Adnyani.
Menurut Vinsen, selama ini Kemenparekraf kerap menerima semacam usulan atau proposal untuk penetapan wisata halal di daerah-daerah.
"Tetapi tentunya ini harus melalui satu kajian yang komprehensif, yang betul-betul melibatkan akademisi dan pemangku kepentingan yang lain, sehingga kita bisa melihat ekosistem yang ada itu betul-betul disiapkan dengan baik," kata Vinsen.
Vinsen menambahkan dibutuhkan peran kementerian terkait untuk mengimplementasikan wisata halal dan wisata kesehatan yang juga termuat dalam naskah akademik.
Untuk wisata halal, Vinsen memandang perlunya keterlibatan Kementerian Agama dalam pembinaannya. Sedangkan wisata kesehatan membutuhkan dukungan dari Kementerian Kesehatan.
"Perlu keterlibatan terkait seperti Kementerian Agama untuk wisata halal dan Kementerian Kesehatan untuk wisata kesehatan, sehingga pembinaannya bisa dilakukan secara kolaboratif. Jadi dua KL ini penting peranannya dalam kolaborasi dengan Kemenparekraf," tukas Vinsen.
Pada kesempatan itu, Kemenparekraf menyampaikan lima poin untuk pendalaman naskah akademik RUU tentang Kepariwisataan.
Kelima poin tersebut yakni destinasi dan industri pariwisata, pemasaran, dan promosi pariwisata; digitalisasi dan penguatan infrastruktur IT; serta kelembagaan pariwisata asosiasi dan SDM kepariwisataan.
Kemudian, strategi dan arah pariwisata keberlanjutan, serta integrasi cagar budaya dengan destinasi pariwisata lainnya; dan pengaturan izin usaha kepariwisataan.