Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, sehari setelah para pelancong mengalir ke China menyusul pembukaan kembali perbatasan yang mengangkat prospek permintaan bahan bakar dan sebagian mengimbangi kekhawatiran resesi global.
Harapan untuk kenaikan suku bunga AS yang kurang agresif mendukung pasar keuangan dan menekan dolar. Greenback yang lebih lemah membuat komoditas berdenominasi dolar lebih terjangkau bagi investor yang memegang mata uang lain.
Baik Brent maupun WTI anjlok lebih dari 8,0 persen minggu lalu, penurunan mingguan terbesar mereka di awal tahun sejak 2016.
"Minyak mentah berjangka mengalami kerugian mingguan terbesar dalam sebulan akibat kekhawatiran resesi karena harga minyak telah berkorelasi positif dengan inflasi sejak 2022, meskipun pembukaan kembali China dapat menahan penurunan dalam waktu dekat," kata analis CMC Markets, Tina Teng dalam sebuah catatan.
China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, membuka perbatasan pada Sabtu (7/1/2023) untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, mendukung prospek permintaan bahan bakar transportasi.
Di dalam negeri, sekitar 2 miliar perjalanan diperkirakan terjadi selama musim Tahun Baru Imlek, hampir dua kali lipat pergerakan tahun lalu dan pulih ke 70 persen dari level 2019, kata Beijing.
Namun, masih ada kekhawatiran bahwa arus besar wisatawan dapat menyebabkan lonjakan infeksi lain dan membatasi pemulihan aktivitas ekonomi China.
Energi berjangka untuk minyak mentah, produk olahan dan gas alam anjlok di Tahun Baru karena para pedagang telah mempertimbangkan kembali kekhawatiran jangka pendek atas cuaca dingin dan kekhawatiran kekurangan pasokan.
Pekan lalu, perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak dan gas alam yang beroperasi sebanyak tujuh, penurunan mingguan terbesar sejak September 2021, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co, Jumat (7/1/2023).