Jakarta (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menandatangani nota kesepakatan dan kesepahaman (MoU) tentang sosialisasi, publikasi, edukasi, dan diseminasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Penandatanganan MoU itu dilakukan Ketua DKPP Heddy Lugito dan Ketua Umum PWI Atal S. Depari di markas PWI Pusat, Jakarta Selatan, Kamis (6/4).
Dia berharap MoU itu menjadi dasar yang kuat bagi PWI, DKPP, dan Mapilu PWI untuk bekerja sama menyosialisasikan etika penyelenggaraan pemilu secara nasional, serta fungsi dan kedudukan DKPP kepada khalayak luas.
"Bentuk kerja sama yang lebih nyata, mungkin seminar atau diskusi tentang pengawasan kinerja penyelenggaraan pemilu, pelatihan wartawan sebagai agen pengawas penyelenggara pemilu, serta workshop cegah tangkal politik pecah belah melalui penyebaran berita bohong atau hoaks di media sosial dalam Pemilu 2024," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DKPP Heddy Lugito mengakui publik masih sangat terbatas mengenal lembaganya. Meski tanpa sosialisasi pun pengaduan etik yang diterima dan tengah ditangani DKPP mencapai 253 aduan.
"Bayangkan jumlah pimpinan DKPP itu lima orang yang ex oficio dua orang Bawaslu, jadi sangat besar. Hari ini saya memplenokan ada 12 putusan, baru selesai tadi. Kemarin kami menyidangkan enam putusan. Jadi luar biasa besar dan yang dipublikasikan yang menarik saja, terutama kasus Hasyim KPU," jelasnya.
Dia mengatakan ruang lingkup penanganan pelanggaran dugaan KEPP mencapai seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Menurutnya, DKPP harus memastikan seluruh penyelenggara pemilu di 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi di seluruh Indonesia berada pada rel yang benar.
"Anggota KPU Bawaslu main judi diadukan ke DKPP. Jadi penyelenggara pemilu kayak malaikat tidak boleh salah sedikit pun, makanya DKPP banjir pengaduan. Kami butuh mitra strategis seperti PWI untuk lebih menginternalisasi kode etik pada setiap penyelenggara pemilu,” harapnya.