Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus terjaga sehat dan berkelanjutan.
“Arah kebijakan fiskal tahun 2024 adalah fiskal atau APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), yakni tools untuk dukung tujuan pembangunan. Namun, seperti alat apapun yang anda pakai di dunia ini, termasuk hp (handphone) yang harus dijaga karena kalau dipakai sembarangan, alatnya rusak, ya tidak akan mencapai tujuan. Di dalam konteks ini, kita selalu menyeimbangkan antara keinginan untuk terus dukung dan topang dan capai tujuan-tujuan pembangunan sambil pelihara alatnya sendiri, yaitu APBN yang harus terjaga sehat dan berkelanjutan,” ucap dia.
Berdasarkan proyeksi awal untuk tahun 2024, pertumbuhan ekonomi ditargetkan berada dalam kisaran 5,3-5,7 persen, inflasi 1,5-3,5 persen, nilai tukar Rp14.800-Rp15.400, suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 6,5-7,4 persen, harga minyak 75-85 dolar AS per barel, lifting minyak 592-651 ribu barel per hari (bph), dan lifting gas 1.007-1058 barrels of oil equivalent per day (boepd).
Kemudian juga tingkat kemiskinan ditekan ke angka 6,5-7,5 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5-5,7 persen, rasio gini 0,375-0,377 poin, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,99-74,02 poin, penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 27,27 persen, NTN 107-110 poin, dan NTP 105-108 poin.
“Dalam jangka panjang menuju Indonesia maju 2045, kita harus hindari Middle Income Trap dan masalah-masalah struktural harus diperhatikan, seperti pengangguran, kemiskinan, bahkan termasuk soal-soal kesehatan yang semuanya harus diperhatikan. Jadi tidak hanya bicara kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) melalui pertumbuhan ekonomi, tapi juga bicara indikator-indikator yang penting lainnya,” ungkap Menkeu.
Presiden Joko Widodo disebut telah mengarahkan jajarannya untuk menurunkan kemiskinan ekstrem, tingkat stunting, pengendalian inflasi, dan peningkatan investasi pada tahun 2024 supaya indikator pembangunan menjadi lebih baik.
Arahan kebijakan dari sisi APBN adalah penguatan kualitas SDM yang mencakup dimensi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar seperti air bersih. Selanjutnya adalah peningkatan nilai tambah sumber daya alam, penguatan deregulasi dan institusi, dan pembangunan infrastruktur agar mencapai tujuan, yakni menurunkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
“Kalau birokrasi makin baik, infrastruktur kredibel dan efisien, SDM makin baik kualitasnya, maka setiap investasi capital 1 rupiah hasilnya akan jauh lebih bagus. Namun kalo infrastrukturnya buruk, SDM tidak berkualitas, dan regulasinya membelit-belit, maka 1 rupiah takkan hasilkan apa-apa, habis hanya untuk inefficiency system,” kata Sri Mulyani
Karena itu, Presiden terus menekankan jajarannya agar tidak kerja business as usual atau sekedar rutinitas belaka.
“Mindset (tidak kerja rutinitas) seperti inilah yang terus kita coba, karena pada akhirnya nilai tambah bukan masalah berapa jumlah belanja modal, tetapi apakah belanja modal yang kita lakukan akan hasilkan sesuatu yang betul-betul bermanfaat dan paling produktif,” ujarnya.