New York (ANTARA) - Harga minyak mencatat kerugian besar pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), tertekan kemungkinan dimulainya kembali ekspor minyak dari wilayah semi-otonom Kurdistan Irak melalui terminal minyak Ceyhan Turkiye dan karena dolar AS menguat dan kemungkinan Fed menaikkan suku bunga pada Mei.
Pemerintah federal Irak dan pemerintah daerah Kurdistan telah menyelesaikan masalah teknis yang penting untuk melanjutkan ekspor minyak kawasan itu melalui pelabuhan Ceyhan di Turkiye, kata sebuah laporan oleh Reuters pada Senin (17/4/2023).
Pelabuhan Ceyhan Turkiye menghentikan pengiriman minyak dari wilayah Kurdistan dan Provinsi Kirkuk pada 25 Maret setelah Kamar Dagang Internasional (ICC) memutuskan bahwa ekspor minyak dari wilayah Kurdistan harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat Irak.
Pasokan minyak mentah di pasar internasional kehilangan sekitar 450.000 barel per hari karena langkah-langkah yang diambil menyusul keputusan ICC.
Pemerintah federal Irak dan pemerintah daerah Kurdistan menandatangani perjanjian pada 4 April untuk melanjutkan ekspor minyak Kurdi melalui Turkiye.
Pedagang juga cenderung membukukan keuntungan karena harga minyak berjuang untuk mendapatkan momentum pertumbuhan tambahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Dengan waktu yang cukup, kita akan mendapatkan sedikit kemunduran, hanya karena banyak pedagang menunggu keuntungan bagus yang ingin mereka bukukan dalam waktu dekat, terutama jika pasar tidak akan mendapatkan lebih banyak momentum," kata Christopher Lewis, analis dengan platform informasi pasar FX Empire.
Kenaikan substansial indeks dolar AS pada hari Senin (17/4/2023) juga membebani harga-harga komoditas dalam mata uang tersebut. Dolar AS telah menguat bersamaan dengan kenaikan suku bunga, membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Indeks dolar naik sekitar 0,6 persen pada Senin (17/4/2023).