Jambi (ANTARA) - Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menjadi sumber cahaya bagi masyarakat di Desa Tanjung Berugo, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi sejak 20 tahun lalu, tepatnya pada 2003 saat PLTA tersebut diresmikan.
Desa Tanjung Berugo terletak di kawasan kaki Gunung Masurai Kabupaten Merangin, hampir di ujung kabupaten itu. Perjalanan menuju Desa Tanjung Berugo dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat melalui jalan Poros Siau-Jangkat.
Untuk menuju Tanjung Berugo dari Kota Bangko, ibu kota Kabupaten Merangin, jarak tempuh yang dilalui lebih kurang 80 km atau lebih kurang 3 jam perjalanan dengan roda dua maupun roda empat.
Menuju desa ini, disuguhkan dengan pemandangan yang indah, terhampar perkebunan kopi dan kayu manis milik warga setempat juga suara gemercik air dari aliran sungai yang jernih menambah keindahan desa ini.
Desa dengan pemandangan indah ini memiliki tercatat memiliki 300 lebih kepala keluarga. Desa dengan mata pencaharian utama masyarakatnya di bidang pertanian dan hortikultura ini menyimpan cita-cita penduduknya. Salah satu impian masyarakat setempat yang sudah terwujud adalah penerangan desa dari PLTA yang saat ini dikelola secara swadaya.
Kepala Desa Tanjung Berugo Jarnedi Putra di Jambi, Minggu (3/9) mengatakan PLTA di desanya itu perkiraan dibangun sejak tahun 2003. Sebelumnya ratusan warga desa itu memanfaatkan mesin genset untuk penerangan. Itu pun hanya bisa dimiliki sedikit warga, mengingat bahwa tidak semua warga memiliki dan untuk membeli mesin genset.
Selebihnya warga hanya menggunakan lampu togok - sebuah penerangan tradisional yang menggunakan minyak tanah dan menggunakan sumbu untuk menyalakannya.
"Kalau dahulu yang punya mesin genset sedikit, rata-rata warga pakai lampu togok, bertahun-tahun itulah penerangan kami," katanya mengingat kembali bagaimana masyarakat setempat kala itu masih terbatas menikmati penerangan.
Jamedi mengaku tidak paham betul asal mula PLTA tersebut ada di desanya. Yang jelas, menurut dia, sejak adanya PLTA di desa itu semua berubah. Harapan masyarakat seterang cahaya lampu yang dialiri listrik dari PLTA.
Namun, ia mengatakan bahwa sumber listrik yang diletakkan di dekat Air Terjun Pancuran Gading itu hanya memiliki kapasitas 112 KVA. Kekuatan yang terbatas itu tidak bisa memberikan penerangan selama 24 jam.
Di desa itu, masyarakat sudah paham betul bahwa kediaman mereka hanya bisa dialiri listrik selama lebih kurang 16 jam. Yakni sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB. Aturan itu sedikit longgar pada saat hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha yang bisa menerangi 24 jam.
Bertahun-tahun warga sudah sangat akrab dengan aturan ini. Mereka juga selalu mempersiapkan diri sebelum aliran PLTA dimatikan seperti menyetrika baju, memasak, atau memastikan baterai handphone sudah terisi penuh.
Sebanyak 225 lebih penduduk setempat tercatat menggunakan sumber tenaga air ini untuk penerangan. Meski tidak sedikit juga penduduk yang sudah beralih menggunakan listrik milik negara yang masuk beberapa tahun belakangan..
Tak ada yang salah, menurut Jamedi, karena ia tidak memungkiri bahwa belum optimalnya aliran listrik dari PLTA yang awalnya diinisiasi oleh Bappeda ini juga menambah keyakinan warga untuk memasang listrik dari PLN.
Semangat baru
Kehadiran PLTA di Desa Tanjung Berugo ini membawa banyak harapan penduduknya. Sejak PLTA hadir, semua berubah, penduduk asli mendapatkan banyak kemudahan akses dalam menjalankan kehidupan keseharian.
Sejak ada aliran listrik itu, masyarakat pikirannya semakin terang. Seterang cahaya lampu yang sudah dialiri listrik PLTA. Banyak masyarakat yang membuka usaha sampingan, termasuk berjualan untuk menambah pendapatan rumah tangga.
Listrik juga turut mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Masyarakat bisa lebih praktis mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sehingga waktu yang ada bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan di lahan pertanian.
Itulah sebagian kecil manfaat yang terlihat dari PLTA. Lebih dari itu, investasi Sumber Daya Manusia (SDM) juga meningkat setelah masuknya listrik. Para pelajar dapat menikmati listrik sebagai infrastruktur penunjang proses belajar.
PLTA yang berlokasi dua kilometer dari kawasan pemukiman itu, kata Jarnedi, membawa semangat baru bagi penduduk. Selain anak-anak yang bisa menikmati belajar malam hari tanpa dibatasi kegelapan, para orang tua juga sigap melihat berbagai peluang baru.
Salah seorang warga desa Tanjung Berugo, Hatib mengatakan PLTA menjadi salah satu jalan penerang bagi penduduk setempat berkembang. Masyarakat bisa mengakses beragam media hiburan dan telekomunikasi berkat listrik tersebut.
"Anak-anak lebih mudah belajar, karena penerangan sudah ada kala itu, bisa lebih banyak menikmati hiburan," katanya.
Dikelola secara swadaya
Dengan banyaknya manfaat tersebut, Jamedi memastikan sumber tenaga air yang saat ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat itu harus terus menerangi desa, agar harapan warga akan terus terang benderang.
Masyarakat pun turut bersatu padu dalam merawat pembangkit tersebut. Jika ada kerusakan alat, masyarakat setempat gotong royong mengangkat alat ke lokasi PLTA yang jalannya menanjak dan menurun.
Untuk menuju lokasi, masyarakat hanya bisa menggunakan sepeda motor trail dan berjalan kaki. Sedangkan untuk pemeliharaan, desa ini menunjuk petugas untuk bertanggung jawab melakukan perawatan rutin.
Tapi, tidak dipungkiri bahwa hal itu juga masih menjadi kendala. SDM yang masih terbatas menjadi salah satu persoalan. Jika ada kerusakan, perbaikan juga memakan waktu lama.
Bahkan baru-baru ini, PLTA pernah mengalami kerusakan hingga satu bulan. Akibatnya, warga tidak mendapatkan penerangan dan aliran listrik yang maksimal. Beberapa juga ada yang migrasi ke listrik PLN.
Untuk menjamin perawatan ini, setiap bulan warga dikenakan biaya. Biaya yang dibebankan berbeda-beda tiap rumah tangga tergantung pemakaian. Rata-rata pelanggan PLTA di desa itu minimal per bulan membayar Rp15.000.
Peluang Energi Terbarukan
Manajer Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum mengatakan potensi sumber daya air untuk energi dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Indonesia cukup besar yaitu mencapai 28,1 GW berdasar kajian potensi teknis yang dilakukan IESR di 2021.
Potensi PLTMH di Jambi juga bisa mencapai 185 MW. Dengan memanfaatkan aliran sungai dan perbedaan ketinggian aliran, PLTMH dapat dimanfaatkan untuk penyediaan energi terutama di kawasan yang belum mendapatkan akses energi.
Menurut dia, teknologi yang digunakan juga relatif sederhana, sudah memiliki banyak contoh pemanfaatan bahkan sejak 1970an, dan bisa diupayakan dengan skala puluhan hingga ratusan kW.
Sumber listrik di Merangin yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun menunjukkan bahwa energi mikro hidro ini bisa diandalkan dan memberikan dampak bagi masyarakat. Tentunya diperlukan pengelolaan yang baik dan perawatan yang berkelanjutan untuk memastikan PLTMH beroperasi dengan baik.
Sementara itu, Kepala Bidang Energi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi Pandu Hartadinata mengatakan Provinsi Jambi memiliki potensi energi air sebesar 447 MW. Hingga saat ini, di Provinsi Jambi telah pula beroperasi pembangkit listrik tenaga air sebesar 1,1 MW.
Dinas ESDM Provinsi Jambi mencatat lokasi dan potensi pembangunan PLTMH di Provinsi Jambi hingga saat ini yaitu di Merangin terdapat enam titik, Kabupaten Bungo empat titik, Kabupaten Sarolangun sebanyak enam titik, Tanjab Barat dan Kerinci masing-masing satu titik.