"Penting untuk memegang komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam menjaga kesehatan laut," kata Guru Besar Bidang Pengelolaan Sumber daya Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Luky Adrianto, ketika mengingatkan mengenai penerapan ekonomi biru di Indonesia.
Ekonomi biru adalah perwujudan keseimbangan antara kesehatan ekosistem laut dengan nilai ekonomi yang dapat diperoleh dan terdistribusikan secara adil kepada seluruh pemangku kepentingan.
Sebagai negara kepulauan yang memiliki luas perairan (perairan laut dan perairan darat) sebanyak 6,4 juta kilometer persegi, pengelolaan kelautan dan perikanan berbasis hak untuk nelayan dan pelaku usaha menjadi pekerjaan rumah serta jalan berliku yang harus ditempuh pemerintah Indonesia.
Penerapan ekonomi biru berbasis hak untuk nelayan kecil seperti di Sulawesi Tenggara, ekowisata laut di Banyuwangi, dan Kebun Raya Mangrove di Surabaya, menjadi contoh konkret keseriusan pemerintah menjaga ekosistemnya secara terus-menerus dengan melibatkan banyak stakeholder.
Kolaborasi dengan nelayan dan pelaku usaha melalui penguatan tata kelola dan kelembagaan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) berbasis platform multi pemangku kepentingan perikanan atau Fisheries Multi-Stakeholder Platform (FMSP), adalah salah satu solusi untuk meningkatkan pencapaian dalam strategi penerapan ekonomi biru.
Indonesia bahkan bisa mencuri mata dunia dengan menjadi negara terdepan untuk merancang Blue Economy Development Index (BEDI) yang merupakan instrumen untuk mengukur dan mengevaluasi kemajuan ekonomi biru, sesuai prinsip kelautan dan perikanan berkelanjutan yang bisa dipakai dunia internasional.
Ekonomi biru atau "blue economy" dapat dipertimbangkan sebagai identitas (DNA) bagi negara-negara pulau dan kepulauan, termasuk Indonesia. Bagaikan kompas penunjuk arah mata angin, Indonesia dapat menjadi salah satu acuan bagi negara kepulauan lain yang sedang berkembang.
Pada momentum konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum yang diselenggarakan di Bali pada 11 Oktober 2023, pemerintah unjuk gigi untuk mengedepankan komitmen dalam menerapkan strategi ekonomi biru kepada dunia internasional.
Melalui forum negara-negara kepulauan dan pulau (AIS Forum) itu, Indonesia diharapkan bisa menghimpun negara lain untuk membuat protokol implementasi blue economy sebagai agenda global.
Peta jalan
Untuk mewujudkan ekonomi biru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan jurus yang menjadi peta jalan (roadmap) pengelolaan laut secara berkelanjutan di Indonesia.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia KKP I Nyoman Radiarta mengatakan pemerintah berfokus pada lima program prioritas yang berlandaskan ekologi.
Program pertama yaitu tentang perluasan kawasan konservasi laut sebanyak 30 persen yang ditargetkan tercapai pada 2045.
Dengan luas perairan laut yang mencapai 3,3 juta kilometer persegi, maka 30 persennya (990 ribu kilometer persegi) dibidik menjadi kawasan konservasi laut, dengan tujuan untuk memelihara ketersediaan sumber daya ikan.
Jika ekosistem laut tumbuh dengan baik, maka serapan karbon juga akan meningkat sehingga berdampak baik untuk lingkungan.
Untuk lokasi percontohan perluasan kawasan konservasi ada di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.
Program andalan kedua yaitu penangkapan ikan terukur (PIT) yang berbasis kuota di enam zona penangkapan ikan dari wilayah barat sampai timur Indonesia.
Kebijakan PIT ditargetkan dapat memberikan manfaat bagi keberlanjutan sumber daya ikan, kesejahteraan masyarakat dan pelaku usaha berdasarkan kuota atau kebutuhan yang diatur pemerintah.
Kemudian, untuk program ketiga, KKP telah menetapkan lima unggulan komoditas yang terus dikembangkan yaitu udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan nila di sejumlah wilayah strategis.
Pengembangan budi daya udang di Kebumen, Jawa Tengah, yang berbasis kawasan sudah mencapai 100 hektare dan per hektare menghasilkan 40 ton dengan melibatkan masyarakat.
Dua prioritas terakhir, yaitu pengembangan wilayah pesisir dan pengurangan sampah plastik di laut. Khusus pengurangan sampah plastik, KKP membuat program untuk membersihkan laut sejak 2022.
Jadi, selama satu bulan dalam setahun nelayan tidak beraktivitas menangkap ikan, tapi memburu sampah plastik di laut. Hasil 'buruan' di laut itu akan dibeli pemerintah sesuai harga yang berlaku di pasaran.
Program itu terbukti efektif, karena berdasarkan data tahun 2022 terkumpul 88 ton di seluruh perairan Indonesia. Daerah perairan Aceh terkumpul 13 ton dan sisanya wilayah lain dari Indonesia bagian barat sampai timur.
KKP meyakini jika lima program itu terus dilakukan, maka landasan untuk mengelola potensi kelautan dan perikanan bisa terbangun dan mengakar.Teknologi penunjang
Untuk menerapkan konsep ekonomi biru ke depan, pemerintah menyiapkan pula teknologi penunjang berupa aplikasi Penangkapan Ikan Terukur elektronik (e-PIT) yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang PIT.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Tugas Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto, mengatakan aplikasi itu untuk memudahkan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi, serta kebijakan PIT bagi kapal penangkap dan pengangkut ikan.
Aplikasi itu sejalan dengan salah satu di antara lima program prioritas yang menjadi roadmap KKP untuk mewujudkan ekonomi biru.
Teknologi ini akan efektif mulai diterapkan secara nasional pada 2024. Aplikasi e-PIT akan terintegrasi dengan layanan lain, seperti perizinan usaha, izin pelayaran serta regulasi lainnya terkait aktivitas kelautan dan perikanan, sehingga ke depan wajib digunakan nelayan maupun pelaku perikanan.
Diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, penangkapan ikan terukur menjadi transformasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang sejalan dengan peta jalan ekonomi biru. Kebijakan itu untuk memastikan sumber daya ikan tetap lestari dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial.
Oleh karena itu, selain usaha yang terus-menerus dari berbagai pihak dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut, keselarasan gerak antara pemerintah pusat dan daerah, juga menjadi kunci untuk mewujudkan ekonomi biru di Indonesia.