Kuala Lumpur (ANTARA) - Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur membahas pengembangan dana zakat untuk membantu berbagai persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Ketua BAZNAS RI Noor Achmad di Kuala Lumpur, Rabu, mengatakan kedua pihak sepakat mengembangkan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk sejumlah program, khususnya kesehatan dan pendidikan bagi para PMI di Malaysia.
Ia mengatakan BAZNAS memiliki berbagai program yang dapat diterapkan untuk membantu para PMI di Malaysia, seperti program pendidikan dan kesehatan.
"Jika melihat persoalan-persoalan yang dihadapi para PMI di Malaysia, program-program BAZNAS untuk bidang pendidikan dan kesehatan dapat dilakukan," kata Kiai Noor.
BAZNAS dan KBRI Kuala Lumpur telah membahas sejumlah rencana pemanfaatan dana zakat, infak dan sedekah untuk membantu berbagai persoalan pekerja migran di Malaysia.
Di samping itu, BAZNAS juga terus menjalin komunikasi produktif dengan Kementerian Luar Negeri terkait hal tersebut.
Kehadiran BAZNAS di KBRI Kuala Lumpur Malaysia merupakan rangkaian kunjungan kerja untuk menghadiri konferensi internasional World Zakat and Waqf Forum (WZWF) tahun 2023 yang diselenggarakan di Kedah.
Sementara itu, Wakil Kepala Perwakilan RI (Deputy Chief of Mission KBRI Kuala Lumpur) Rossy Verona mengatakan saat ini terdapat 450 ribu PMI yang terdata. Tentu jumlah PMI di lapangan bisa jauh lebih banyak, kemungkinan tiga kali lipatnya.
Menurut Rossy, tugas dan fungsi BAZNAS dalam penanggulangan kemiskinan sangat relevan dengan tugas KBRI dalam perlindungan PMI.
"Permasalahan yang dialami PMI di Malaysia sangat banyak, namun anggaran untuk mengatasinya masih terbatas," kata Rossy.
Oleh karena itu, pihak KBRI menyambut baik kehadiran BAZNAS untuk bersama-sama mengatasi persoalan PMI di negeri jiran tersebut.
Sejumlah persoalan yang kerap dihadapi PMI beserta keluarganya yakni akses pendidikan formal karena persoalan legalitas kewarganegaraan.
Persoalan lain yakni kesehatan PMI, kaitannya dengan penampungan yang kondisinya tidak layak. Kelebihan kapasitas terjadi baik di shelter bagi ibu dan anak maupun untuk laki-laki.
Persoalan ketiga, yaitu terkait dengan penanganan anak buah kapal (ABK) yang kerap mengalami permasalahan.