Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi satu dari sekian daerah di Indonesia yang mengalami kekeringan, setidaknya dalam dua bulan terakhir ini, akibat fenomena El Nino yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Mereka yang terdampak kekeringan tidak lagi memiliki pasokan air bersih untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan sebagian di antaranya nyaris tidak mempunyai stok bahan pangan utama yakni beras.
Hal itu karena bencana ini juga menyebabkan 24.491 hektare lahan tanam pertanian mengalami kekeringan dan 4.147 hektare lahan di antaranya tergolong lahan pertanian terancam, sementara mayoritas warga terdampak bekerja sebagai petani.
Kondisi tersebut berakibat pada jumlah ketersediaan beras di salah satu wilayah lumbung padi Jawa Barat ini. Lantas bagaimana upaya pemerintah daerah setempat dalam menjaga ketahanan pangan di tengah kekeringan panjang ini?
Distribusi CPPD Pemerintah Kabupaten Bekasi tahun ini memiliki cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD) seberat 90 ton yang disimpan di gudang milik Badan Urusan Logistik atau Bulog wilayah itu.
Cadangan beras itu diprediksi mampu mencukupi kebutuhan masyarakat hingga November 2023, namun pada akhir Oktober ini sudah habis tersalurkan kepada warga terdampak kekeringan akibat peningkatan permintaan yang sangat signifikan.
Cadangan beras tersebut dibagikan kepada masyarakat terdampak kekeringan yang masuk ke dalam kategori peta ketahanan dan kerentanan pangan atau food security and vulnerability atlas (FSVA).
Distribusi CPPD Kabupaten Bekasi meliputi warga di 10 desa dengan total 14.378 jiwa penerima. Rinciannya, 1.345 jiwa warga Desa Labansari, Kecamatan Cikarang Timur, serta 1.330 warga Desa Pahlawan Setia, Kecamatan Tarumajaya.
Kemudian 1.346 warga Desa Samudrajaya, Kecamatan Tarumajaya; 1.326 warga Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara, dan 1.356 warga Desa Huripjaya, Kecamatan Babelan.
Serta 1.316 warga Desa Sukaraja, 1.598 warga Desa Sukakerta, 1.602 jiwa masyarakat Desa Sukaringin, 1.485 warga Desa Sukawangi, serta 1.674 masyarakat di Desa Ciantra, Kecamatan Cikarang Selatan.
Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bekasi berencana menambah beras CPPD pada APBD Perubahan 2023. Sementara untuk tahun 2024 mendatang, cadangan beras yang akan disiapkan seberat 100 ton untuk mengantisipasi dampak kekeringan sekaligus potensi bencana banjir.
Pemerintah daerah menyalurkan bantuan cadangan beras ini melalui skema pengajuan dari masing-masing kepala desa maupun lurah yang warganya terdampak bencana kepada Bupati Bekasi selaku kepala daerah setelah melewati proses verifikasi faktual.
Kampanye pangan alternatif
Pemerintah Kabupaten Bekasi terus melakukan kampanye pilihan alternatif bahan pangan guna menuntaskan persoalan ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokok.
Kampanye bahan pangan alternatif juga dinilai tepat dijadikan pilihan masyarakat di tengah pasokan beras yang kian menipis pada musim kekeringan tahun ini.
Sosialisasi serta edukasi dilaksanakan dengan mengunjungi langsung masyarakat di masing-masing wilayah untuk mendorong agar mau menjadi pelopor kontributor ketahanan pangan setidaknya bagi keluarga.
Program pelopor kontributor ketahanan pangan ini terfokus pada makanan pokok selain nasi namun tetap memiliki kandungan beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA) bagi keluarga.
Sasaran prioritas program ini adalah kaum ibu rumah tangga yang dijadikan pionir kontributor ketahanan pangan sehingga mampu mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi pangan lokal di masing-masing wilayah.
Dan momentum Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober lalu menjadi salah satu aktualisasi pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait penting mempertahankan kondisi ketahanan pangan dari level terbawah.
Terlebih bencana kekeringan telah memengaruhi jumlah ketersediaan air baku di sejumlah wilayah hingga berdampak langsung pada produksi pangan juga ketahanan pangan.
Selain mencegah kelaparan dan rawan pangan, alternatif pangan seperti singkong, umbi-umbian, hingga sukun dan bahan pokok lain dinilai mampu mewujudkan Kabupaten Bekasi yang mandiri pangan, tinggal bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting mempertahankan kondisi ketahanan pangan.
Pompanisasi dan normalisasi
Upaya lain juga dioptimalkan pemerintah daerah melalui kegiatan pompanisasi dan normalisasi. Pompanisasi dilakukan dengan membangun tempat penampungan air menggunakan alat berat jenis excavator standard arm untuk mengaliri areal persawahan terdampak kekeringan agar tetap produktif.
Long storage (penampungan air) ini menampung air dari sungai-sungai terdekat yang belum mengering sepenuhnya, menggunakan pompa berkapasitas 150 liter per detik sebelum dialirkan ke petak-petak sawah petani.
Pola kerja pompanisasi ini keliling dari satu wilayah ke daerah sasaran berikutnya. Setelah menyelesaikan pembangunan tempat penampungan hingga memastikan ketersediaan air, alat berat berikut pompa berpindah ke lokasi lain untuk pekerjaan serupa.
Pada saat bersamaan, normalisasi saluran sekunder dan tersier pun dilaksanakan di jalur irigasi yang berada pada areal persawahan mulai dari wilayah utara hingga selatan Kabupaten Bekasi.
Kegiatan normalisasi ini semula terfokus di wilayah utara yang notabene daerah terdampak terparah kekeringan pada areal pertanian. Kecamatan Pebayuran, Kedungwaringin, serta Sukawangi lebih dahulu menjalankan skema ini.
Kegiatan serupa diperluas secara masif hingga ke wilayah Kecamatan Sukakarya, Sukatani, Babelan, Cikarang Barat, hingga Kecamatan Bojongmangu.
Upaya ini terbukti efektif menjaga produktivitas areal pertanian terdampak kekeringan karena mampu mengubah lahan yang semula telah tandus. Potensi panen pun muncul guna menjaga ketahanan pangan sekaligus menambah cadangan beras milik daerah.
Di wilayah Kecamatan Bojongmangu baru-baru ini, para petani di Desa Karangmulya, Bojongmangu, dan Sukabungah masih sanggup memanen padi dengan hasil normal.
Di tiga desa tersebut, 20 hektare sawah berhasil panen dengan 1 hektare lahan menghasilkan panen hingga 6 ton gabah sehingga mampu menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan.
Penambahan debit air
Pemerintah Kabupaten Bekasi juga berusaha menyelamatkan areal persawahan dari ancaman puso maupun potensi kerugian secara ekonomi melalui penambahan debit air pada aliran sungai pada titik Kali Cikarang melalui saluran sekunder Srengseng Hilir.
Pemerintah daerah mengirimkan surat permohonan penambahan debit air tersebut kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II serta Balai Besar Wilayah Sungai.
Penambahan debit air ini diawali dengan pembuatan bendungan secara swadaya oleh masyarakat dan petani dibantu Dinas Sumber Daya Air, Dinas Lingkungan Hidup, BBWS, serta Perum Jasa Tirta II.
Kegiatan ini disertai dengan pembersihan sampah pada saluran irigasi yang dilintasi, termasuk penanganan tanggul rawan. Di wilayah Bendung Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL), para petani secara swadaya menumpuk 4.000 karung berisi pasir guna menahan arus tambahan debit air tersebut.
Pemerintah daerah juga mendaftarkan petani terdampak kekeringan dalam program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) guna melindungi area sawah mereka dari gagal panen.
Selain itu, operasi pasar murah khusus beras juga dilaksanakan secara keliling di sejumlah titik rawan pangan daerah itu sebagai upaya mengendalikan harga sekaligus menjaga ketersediaan bahan pangan pokok.
Operasi pasar murah dilakukan setiap hari di 15 kecamatan hingga 14 November 2023 dengan sasaran Kecamatan Tambun Selatan, Tambun Utara, Setu, Tambelang, Sukatani, Karangbahagia, Kedungwaringin, Cikarang Barat, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cikarang Timur, Bojongmangu, Sukawangi, Sukakarya, serta Kecamatan Pebayuran.
Di setiap titik operasi pasar murah, pemerintah daerah mengalokasikan kuota seberat 2,5 ton beras. Masyarakat diperbolehkan membeli maksimal 10 kilogram per orang dengan harga Rp10.500 per kilogram.
Pemerintah daerah juga melakukan pengecekan berkala ke pasar tradisional maupun modern, serta kedai buah dan sayuran untuk menguji kandungan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) menggunakan mobil keamanan pangan yang difungsikan sebagai laboratorium.
Kehadiran mobil keamanan pangan ini berawal dari keprihatinan terhadap PSAT yang kurang layak konsumsi akibat sejumlah faktor seperti tambahan pemutih pada beras, pemupukan berlebih, hingga campuran pengawet.
Karena sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah daerah untuk memastikan masyarakat mengonsumsi makanan layak konsumsi, termasuk di saat musim kekeringan melanda wilayah itu.
Segala upaya yang dibutuhkan telah dan akan terus dilakukan pemerintah daerah untuk memastikan masyarakat tetap dapat bertahan serta produktif meski sedang dilanda bencana kekeringan.
Beragam ikhtiar tersebut mampu mencukupi kebutuhan segenap masyarakat Kabupaten Bekasi sekaligus menjaga ketahanan pangan di wilayah yang dikenal sebagai pemilik kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara ini.