Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) memprioritaskan model pengendalian air secara terpadu untuk mencegah kebakaran di lahan gambut.
Ketujuh daerah rawan kebakaran gambut tersebut, yakni Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Papua.
"Model ini prioritas kami ke depan, sudah mulai dilakukan penjajakan sejak awal tahun di Riau, Kalimantan Barat, targetnya tahun depan semuanya sudah jalan," kata dia.
Didy menjelaskan model pengendalian air terpadu ini dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah kebakaran lahan gambut, selain membangun sumur bor dan kanal air.
Ia mengatakan kebakaran lahan gambut di Indonesia umumnya terjadi pada musim kemarau, ketika kadar air di kawasan itu menjadi rendah.
Selain karena faktor alam, tim BRGM di lapangan juga menemukan penyebab lahan gambut kering diduga sengaja dibuat oknum masyarakat dan perusahaan pemilik konsesi.
Hal ini, kata dia, terbukti hampir di setiap kawasan gambut memiliki sekat-sekat untuk mengalirkan air, sehingga lama-kelamaan lahan akan mengering dan kemudian mudah terbakar.
"Selama ini kurang maksimal diperhatikan karena hal yang menjadi tantangannya yaitu 1,7 juta hektare dari 2,6 juta hektare lahan gambut yang menjadi perhatian BRGM berada dalam wilayah konsesi," kata dia.
Oleh sebab itu, BRGM mengharapkan penerapan model tersebut mendapat dukungan penuh tak hanya dari instansi pemerintah namun juga swasta atau pemegang izin konsesi lahan perkebunan.
Dia menjelaskan dukungan ini penting yang terbukti setelah sebelumnya BRGM melakukan uji coba model pengendalian air terpadu di KHG Rawa Berau, Kalimantan Timur.
Hasil uji coba, kata dia, menunjukkan bahwa model ini dapat mengurangi risiko kebakaran lahan gambut hingga 70 persen.